31 Oktober 2007

Pemikiran Pendidikan Al-Qobisi

Oleh: Riwayat
(Mhs. Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang)

Nama lenkgapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Muhammad khalaf al-Maafiri al-Qabisi. Lahir di khairawan Tunisia tahun 224 H/ bulan Rajab/ 13 Mei 936 M.meninggal pada tanggal 3 Rabiul Awal 403 H/ 23 Oktober 1012 M.[1] Perantauannya di timur tengah menjadi awal petualangannya di dunia keilmuan. Ia mendalami ilmu agama dan hadis dari ulama Afrika Utara, di antara guru-gurunya adalah sebagai berikut:

1. Abul Abbas al-Ibyani.

2. Abu Hasan bin Masruf ad Dhibaghi.

3. Abu Abdillah bin Masrur al Assaali.[2]

Al-Qabisi dikenal sebagai ulama ahli hadis dan penganut mazhab Maliki yang setia. Keadaan ini dilatarbelakangan oleh pesatnya perkembanagn dan lingkunagn di Afrika Utara pada saat itu. Masyarakat Afrika utara termasuk penganut mazhab Maliki. Sebagaimana ditulis oleh Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku,” Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam,” bahwa mazhab Maliki dianut oleh mayoritas umat Islam di Afrika Utara.[3] Keadaan masyarakat pada saat itu sangat mempengaruhi poal pikir dan intelektual Al-Qobisi. Tidak heran jika Al-Qobisi menjadi ahli Fiqih pada masa itu. Hal ini juga diungkap oleh Abuddin Nata bahwa Al Qobisi mengambil corak pemikiran normatif, bukan doktrinal, pendidikan yang kembangkannya berdasarkan paradigma Fiqih dengan landasan al-Quran dan Hadis.[4]

Selain ahli hadis dan fiqih al-Qabisi juga ahli pendidikan. Ia sangat perhatian terhadap anak-anak yang berlangsung di kuttab-kuttab, menurut al-Qabisi pendidikan anak-anak merupakan upaya strategis dalam rangak menjaga keberalngsungan suatu bangsa dan negara. Untuk itu pendidikan terhadap anak-anak hendaknya di laksanakandengan penuh kesungguhan dan ketekunan yang tinggi.[5]

Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa Al-Qobisi sangat peduli terhadap pendidikan anak usia dini. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan anakusia dini mempunyai arti penting bagi keberlangsungan suatu bangsa dan negara, tidak itu saja anak usia dini yang didik dengan baik akan memberi efek positif terhadap pendidikan yang ditempuhnya pada jenjang berikutnya. Sebaliknya anak usia dini yang tidak mendapat pendidikan yang layak dan baik akan sulit untuk menempuh jenjang pendidikan berikutnya.

Al-Qabisi menghendaki agar pendidikan dan pengajaran dapat menumbuhkembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai yang benar.[6] Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan itu hendaknya bermanfaat dan berdayaguna dalam meningkatkan kualitas kepribadian seseorang. Pendayagunaan dan penempaan yang dilakukan dalam pendidikan dan pengajaran hendaknya merujuk kepada nilai-nilai yang benar.

Al-Jumbulati mengatakan bahwa tujuan umum pendidkan Al-Qobisi adalah sebagai berikut:

  1. mengembangkan kekuatan aklak anak.
  2. menumbuhkan rasa cinta agama.
  3. berbeganga teguh terhadap ajaranya.
  4. mengembangkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang murni.
  5. Anak dapat memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung kemampuan mencari nafkah.[7]

Ramayulis dan Samsul Nizar menyatakan bahwa inti dari tujuan pendidikan menurut al-Qobisi adalah untuk membentuk muslim yang berakhlak mulia.[8] Kuitpan di atas dapat dipahami bahwa tujuan yang hendak dicapai oleh al-Qobisi adalah menjadikan anak didik berakhlak mulia dan mempunyai keahlian.

Abuddin Nata memahami tujuan pendidikan Islam menurut Al-Qobisi adalah bercorak normatif,yaitu mendidik anak menjadi seorang muslim yang mengetahui ilmu agama, sekaligus mengamalkan agamanya dengan menerapkan aklak mulia.”[9] pendapat Abuddin Nata tersebut memperjelas bahwa pendidikan Islam bukan hanya sebatas pengetahuan kognitif, tetapi afektif dan psikomotor. Hal inimenunjukkan bahwa pendidikan menurut Al-Qobisi adalah pendidikan yang mampu mengembangakn tiga ranah pendidikan tersebut.

Kurikulum

Menurut Ali Al-Jumbulati al-Qobisi membagai kurikulum menjadi dua yaitu kurikulum wajib (ijbari) dana kurikulum tidak wajib (Ikhtiari ). Kurikulum wajib adalah kurikulum yang bersumberlangsug dariAl-Quran, seperti salat, dan doa-doa dan lain sebagainya. Bahkan menurut para ahli ilmu nahwu dan bahasa Arab menjadi syarat mutlak untuk mempelajari dan memantapkan bacaan Al-quran, hafalan, menulis dan tilawah. Sedangkan kurikulum tidak wajib berisi ilmu-ilmu hitung, keseluruhan ilmu, syair, bahasa arab, kisah-kisah Arab.[10]

Dari dua kurikulum di atas tergambar bahwa kurikulum wajib merupakan kurikulum dasar yang harus di miliki oleh anak didik. Hal ini mengandung makna bahwa kurikulum wajib adalah kurikulum sebagai pendasi dasar bagai para siswa untuk menempuh jenjang yang lebih tinggi. Abuddin Nata menyatakan bahwa kurikulum wajib diterapkan pada pendidikan ditingkat kuttab atau kalau dibawa kepadadunia sekarang adalah pendidikan pada jenjang Ibtidaiyah.[11]



[1] Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,(Jakarta:Pt. Raja Grafindo Persada,2003), h. 25

[2] Ibid., h. 26

[3] Ramayulis dan Samsul Nizar,. Op. Cit., h. 79

[4] Abudin Nata, Op. Cit., h.. 26

[5] Ibid., h. 27

[6] Ibid.

[7] Ibid., h. 28

[8] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit. h. 80

[9] Abuddin Nata, Op.cit., h.27

[10] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwanisi,Dirasatun Muqaaranatun fit Tarbiyyatil Islamiyyah, terj. M. Arifin,(Jakart:PT. Rineka Cipta,2002), h.83

[11] Abuddin Nata, Op.cit., h.30

Komentar :

ada 0 komentar ke “Pemikiran Pendidikan Al-Qobisi”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra