Menghapus Jejak Dosa
Oleh: Riwayat, S.Pd.I
Setiap manusia ingin terbebas dari dosa. Setiap manusia ingin menghapus jejak dosa dan kesalahannya selama hidup. Namun tidak semua orang bergegas melakukannya. Terkadang dengan alasan sibuk dengan urusan dunia, terkadang dengan alasan belum waktunya, atau alasan umur yang masih muda dan masih banyak lagi alasan yang mereka kemukakan, padahal Allah menghimbau semua manusia untuk segera mohon ampun kepada Allah supaya dihapus jejak dosanya.
Sebagai manusia yang lemah tentunya banyak sedikitnya pernah melakukan dosa dan kesalahan. Sebaik-baik manusia adalah yang menyadari kesalahan dan dosanya lalu bertobat sehingga menghapus jejak dosa dan kesalahannya.” setiap anak Adam itu berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah orang yang bertobat,” (HR. Ahmad). Menghapus jejak selalu menjadi pilihan kita, ketika kita melakukan korupsi, kita berusaha untuk menghapus jejak perbuatan kita agar tidak diketahui oleh orang lain, dan terhindar dari jeratan hukum. Ketika kita melakukan perselingkuhan, kita berusaha menghapus jejak perselingkuhan kita agar tidak diketahui oleh pasangan kita. Ketika kita membunuh seseorang, kita berusaha menghilangkan jejak, membuang barang bukti, mengelabui semua orang dan polisi, semua itu dilakukan agar perbuatan tersebut tidak diketahui. Semua contoh-contoh perbuatan tersebut adalah wujud dan bentuk dari keinginan manusia untuk menghilangkan jejak jejak kelam dalam kehidupannya.
Dalam sejarah manusia akan sering kita temui seseorang berkecenderungan menghapus kesalahan yang dilakukannya. Bukti nyata dalam hal ini adalah penghapusan jejak yang dilakukan Qobil setelah membunuh saudaranya Habil, dengan ketakutan, kepanikan Qobil berusaha menghapus jejak pembunuhan yang dilakukannya terhadap Habil. Dalam sejarah kelam bangsa Indonesia juga ditemukan usaha untuk menghilangkan jejak juga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), mereka menyembunyikan tujuh jenderal yang mereka bunuh di lubang buaya, hal itu mereka lakukan dengan tujuan untuk menghilangkan jejak.
Apakah menghapus jejak merupakan fitrah, atau sebuah sikap lari dari tanggung jawab? Atau sebuah ketakutan jiwa, akan hakekat perbuatan salah yang dilakukannya? atau penolakan hati atas perbuatan dosa dan salah yang telah kita kerjakan? Kalau hal ini benar maka jelaslah bahwa setiap perbuatan salah yang kita lakukan akan mendapat penolakan dari dalam diri kita, penolakan itu berupa rasa bersalah, rasa menyesal, tidak ingin dilihat orang lain ketika sedang melakukan perbuatan tersebut. Merasa malu apabila dilihat orang lain, serta merasa jatuh martabat kita apabila dilihat orang lain.
Sifat kejiwaan ingin menghapus jejak kelam dalam episode kehidupannya membuktikan bahwa pada dasarnya manusia tidak ingin menghiasi kehidupannya dengan hal-hal yang menjatuhkan martabatnya di mata orang lain. Lebih jauh lagi ternyata manusia sangat anti untuk mengotori hidupnya dengan keburukan. Pertanyaan yang akan timbul adalah kenapa banyak orang yang melakukan dosa dan pelanggaran? Kalau kita telusuri lebih jauh banyak manusia yang terjebak dalam kubangan dosa, menurut kaca mata agama orang yang melakukan dosa dan berbagai perbuatan maksiat adalah akibat tipisnya keimanan sesorang kepada Allah. Ketakutan dan kegelisahan merupakan efek psikologis dari dosa, dosa yang telah kita lakukan dan tidak pernah dihapus akan menjadi gumpalan ketakutan dan kesedihan, sebaliknya kebaikan dilakukan terus menerus akan menjadi kekayaan hati dan kebahagaian hidup. Nabi Muhamad Saw mengatakan bahwa kebaikan membuat jiwa tenang dan hati tentram, sedangkan dosa akan membuat, kegelisahan dan kegalauan dalam hati.(HR. Ahmad). Jelaslah sekarang akar dari berbagai kegelisahan adalah akibat perbuatan yang mengandung dosa. Dan segala sumber dari rasa bahagia hakiki adalah akibat perbuatan baik yang terus kita lakukan.
Menghapus jejak dosa menjadi jalan untuk menghalau keresahan hati, kegelisahan batin, pertanyaan yang timbul bisakah dosa itu terhapus dari hati kita? Rasa gelisah dan keraguan menyelimuti hati akankah terampuni, akankah dosa ini menghilang dari bayang-bayang kehidupan? Imam Al-Ghazali mengatakan dosa yang diperbuat oleh manusia akan menjadi bintik hitam dalam hati seseorang, semakin banyak dosa yang dikerjakan akan semakin cepat pula bintik hitam menutupi hatinya, maka tidak heran kalau orang yang banyak dosa akan tertutup hatinya. Meskipun demikian Imam Al-Ghazali menyarankan bagi yang terlanjur berdosa disarankan segera bertobat dengan harapan karat-karat dosa yang menyelimuti hati akan terkikis.
Penghapusan kesalahan/dosa dengan dapat dilakukan dengan cara mengiringi kesalahan/dosa dengan perbuatan baik dan akhlak mulia, namun hal ini jangan disalah artikan, maksudnya adalah kesadaran seseorang setelah ia berbuat salah, kemudian ia bertobat, lalu mengiringinya dengan banyak beramal baik maka dosa-dosanya akan terhapus. Tetapi orang yang melakukan dosa kemudian diiringi dengan perbuatan baik, kemudian ia melakukan dosa lagi dan begitu seterusnya, maka hal itu bukan dapat menghapus jejak dosa tetapi menambah dosa. Karena kebaikan dan kebathilan tidak dapat dicampuradukkan. Allah juga menjanjikan penghapusan jejak dosa bagi mereka yang bertobat.”Orang yang mengerjakan kejahatan/dosa kemudian bertobat sesudah itu dan beriman, sesungguhnya Tuhanmu, sesudah tobat disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Yaitu orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”(QS. Ali Imran: 135-136).
Dari ayat tersebut dapat kita ambil pemahaman bahwa menghapus jejak dosa hanya dapat dilakukan dengan cara bertobat sesudah melakukan kesalahan/dosa, kemudian istiqomah dalam iman, tidak itu saja setelah bertobat ia mengiringinya dengan amal-amal baik dan akhlak mulia. Dan pada akhirnya ia akan menduduki posisi sebagai manusia yang cintai oleh Allah, ia digolongkan sebagai orang-orang yang bijak. Orang yang menghapus jejak kelam masa lalu dengan perbuatan yang baik dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya.
Dalam ayat lain Allah berfirman kalau kita melampaui batas, kita tidak di anjurkan, bahkan dilarang untuk berputus asa, terkadang kita merasa telah banyak melakukan dosa sehingga kita merasa dosa-dosa kita tidak terampuni, kita merasa jejak dosa kita tidak dapat lagi kita hapus, sehingga terus tenggelam dalam lautan dosa, kalau kita seperti ini terus maka yang terjadi adalah terjebaknya diri dalam keputusasaan. Perubahan cara pandang cara pikir terhadap sebuah keinsyafan perlu kita rubah,”Katakanlah:”Hai hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dia Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS. Az-Zumar: 53)
Dalam hadis, Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa penghapusan jejak dosa dapat dilakukan dengan mohon ampunan yaitu dengan memperbanyak istighfar,”barang siapa mengucapkan:”Aku meminta ampunan kepada Allah Swt yang tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup dan Perkasa, dan aku bertobat kepada-Nya,” maka dosanya akan diampuni, meskipun dosa itu sudah terlalu lama berlalu.”(HR. Abau Daud).
Hadis di atas memberi pengharapan bagi manusia yang terlanjur berbuat salah dan berdosa untuk mengadakan semacam pemutihan, atas segala hitamnya kehidupannya. Perlu menjadi perhatian adalah pemutihan atau penghapusan jejak tidak dapat dilakukan berulang-ulang, kita melakukan dosa lalu kita mengadakan penghapusan jejak dengan bertobat, setelah itu kita lakukan dosa lagi dan bertobat lagi, kalau hal ini kita lakukan sama saja kita mempermainkan Allah. Umpama kita korupsi lalu setelah kita sadar kemudian kita bertobat, setelah itu kita kembali lagi melakukan korupsi, maka kesadaran kita belum dikatakan sebagai kesadaran universal sebagai seorang mukmin yang benar-benar ingin menghapus jejak dosa, tetapi baru sebatas penyesalan tanpa makna tobat sebenarnya.
Padahal, penyelasan merupakan syarat untuk menuju penghapusan dosa dan kesalahan, dengan rasa menyesal akan membawa seseorang menuju penghapusan dosa, di sisi lain, sikap konsisten terhadap pertobatan sangat dibutuhkan agar seseorang mampu mengajak diri terbebas dari dosa dan kesalahan, selain itu perlu keseriusan dan kesungguhan dalam menaati janji dalam hati untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Setelah itu menghiasi diri dengan amal yang baik.
Menghapus jejak dosa tidak terlepas dari melakukan takhali, yaitu membersihkan diri dari sifat tercela, baik maksiat lahir maupun maksiat batin. Seperti hasad, marah, takabur, nifaq, kikir, buruk sangka, riya, dendam, ghibah, cinta dunia, adu domba dan penyakit hati lainnya. Langkah berikutnya adalah tahalli mengisi jiwa dengan sifat-sifat terpuji, dan pada akhirnya ia akan menjadi manusia yang berjiwa bersih. Di antaranya adalah sifat suka bertobat, zuhud, khauf, sabar, syukur, ikhlas, tawakkal, ridha ingat mati. Setelah mengikuti langkah tersebut manusia akan merasakan kedekatannya dengan Allah, ia akan mendapatkan semacam nur dari Allah.
Cahaya dari Allah yang ia peroleh merupakan bukti bahwa jejak dosanya telah terhapus. Dadanya menjadi lapang, hijab alam gaib terbuka, dalam kondisi seperti itu manusia berada pada puncak kebahagiaan dan ketentraman batin. “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang mukmin yang bersama Dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah Kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tharim : 8). Allahu A’lam.
Komentar :
Posting Komentar