Oleh: Riwayat
(Mhs. Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang)
Nama lengkap Ahmad Surkati adalah Ahmad bin Muhammad Surkati al-Kharraj al-Anshari. Beliau lair pada tahun 1872 di Afdu Donggala Sudan. Berasal dari keluarga yang taat beragama. Mempunyai ayah yang konon masih ada hubungan dengan Jabir Abdullah al-Anshari, nama ayahnya adalah Muhammad. Masa kecil Amad surkati berada dalam keluarga yang taat beragama, sehingga secara tidak langsung ia mendapatkan dasar-dasar agama dari orang tuanya. Ia didik dengan cara Islami, Ia belajar agama, membaca, menulis, menghafal al-Quran. [1]
Pendidikan dalam keluarga menjadi dasar dan membentuk kepribadian inteleknya untuk terus menempuh jalur keilmuan dalam hidupnya meskipun ayahnya telah meninggal, tetapi semangat itu tidak pernah runtuh dan pudar. Semangat untuk terus menuntut ilmu tumbuh dan mendekam dalam diri Ahmad Surkati berkat didikan dan teladan yang di berikan oleh ayahnya. Bahkan sejak kecil Ahmad Surkati sering di ajak yahanya ke forum-forum majlis ilmu. Pada usia 22 tahun Ahmad Surkati menunaikan ibadah haji, kemudian menetap di Madina selama 4 tahun.[2]
Di madinah Amad Surkati belajar berbagai disiplin ilmu, seperti fiqh, tafsir, hadis. Setelah 4 tahun berlalau Ahmad Surkati pindah ke Mekah. Ahmad Surkati berada di mekah selama 11 tahun, Amad Surkati belajar kepada seorang guru yang bernama Yusuf al-khayyat.[3]
Kutipan di atas memperjelas bahwa Ahmad Surkati adalah seorang penuntut ilmu sejati, pantang menyerah , tidak bosan dan mempunyai daya juang tinggi. Hal ini dapat di pahami dari kegigihan dan kesabaran Ahmad Surkati dalam menuntut ilmu, baik di Mekah maupun di Madinah, di sisi lain, waktu yang digunakan juga lama. Hal ini yang memungkinkan seorang Ahmad Surkati benasr-benar ,menjadi seorang pembelajar yang tanggu dan gigih. Sehingga prestasi demi prestasi diperolehnya.
Hal ini dapat dibuktikan dengan prestasi gemilangnya yang diperoleh pada tahun 1906, pada saat berumur 34 tahun, Ahmad Surkati telah memperoleh ijazah tertinggi guru agama dari pemerintah Istambul Turki, bahkan Ahmad Surkati menjadi pelajar pertama di Sudan yang memperoleh ijazah tersebut. Di Arab, Ahmad Surkati masuk empat besar
Sebagai pelajar berprestasi.[4]
Berbagai prestasi tersebut, serta dalamnya ilmu yang dimiliki mengantarkan Ahmad Surkati pada tataran ulama besar. Ramayulis dan Samsul Nizar menyatakan bahwa Ahmad Surkati meniti karir sebagai guru dan ulama berawal ketika mulai mengajar di masjid haram al-Musyarafah. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama, karena ia hijrah ke Indonesia untuk mengembangkan ilmunya.[5] Di Indonesia Ahmad Surkati mendirikan lembaga pendidikan al-Irsyad, yang mempunyai prinsip gerakan sebagai berikut:[6]
1. untuk mengukuhkan doktrin persatuan dengan membersihkan shalat dan doa dari kontaminasi unsur politheisme.
2. untuk mewujudkan kesetaraan di antara kaum muslim dan mencari dalil yang shahih dalam al-Quran dan sunnah serta mengikuti jalan yang benar untuk semua solusi masalah agama yang diperdebatkan.
3. untuk memerangi taqlid am (penerimaan membabi buta) yang bertentangan dengan dalil aqli dan naqli.
4. untuk mensyiarkan pengetahuan alam sesuai Islam dan menyebarkan kkebudayaan arab yang sesuai dengan ajaran Allah.
5. mencoba untuk menciptakan pemahaman dua arah antara dua muslim yaitu Indonesia dan Arab.
Inti dari prinsip-prinsip al-Irsyad adalah untuk menumbuhkan budaya ilmiah pada kalangan umat Islam, dengan merujuk kepada Al-Quran dan sunnah. Ketika budaya ilmia tumbuh subur dalam masyarakat Islam maka secara tidak langsung akan membentuk sebuah pola pikir yang berkarakter Islam dengan merujuk kepada al-Quran dan sunnah. Yang menarik dari pemikiran Ahmad Surkati adalah ketidak mauannya memaksakan budaya Arab kepada masyakat Indonesia, hal ini dibuktikan dengan prinsipnya untuk menciptakan sebuah pemahaman yang dapat diterima oleh dua komunitas Islam yaiitu Indonesia dengan Arab.
Kemudian konsep pengembangan yang dilakukan ole Ahmad Surkati pada alk-Irsyad adalah sebagai berikut:[7]
1. Memperbaiki kondisi religius dan sosio ekonomi kaum muslim pada umumnya dan Arab pada khususnya dengan mendirikan madrasah, ruma piatu, panti asuhan dan rumah sakit.
2. Menyebarkan reformasi Islam di antara para muslim melalui tulisan dan publikasi, pertemuan, kuliah, kelompok studi dan misi tertentu.
3. Membantu organisasi lain demi kepentingan bersama.
Pengembangan al-Irsyad di atas, dapat dipahami sebagai sebuah terobosan baru di Indonesia terutama dalam hal pembaharuan masyarakat islam, Ahmad Surkati tidak saja mereformasi keadaan masyarakat, melarang sesuatu, tetapi juga memberi solusi cerdas, sehingga apa yang dilakukannya mendapat sambutan yang baik di kalangan masyarakat Islam.
Dari konsep pengembangan tersebut, mengindikasikan agama tidak dapat tegak secara sempurna, tanpa di dukung ekonomi yang mapan dan tingkat pendidikan yang memadai. Di sampin itu untuk mewujudkan keadaan tersebut perlu kerjasama dengan organisasi lain yang mempunyai visi dan misi yang sama. Peluang tersebut menjadi celah yang dimanfaatkan Ahmad Surkati dalam mengembangkan al-Irsyad.
Untuk mendukung perombakan dan reformasi penmdidikan Islam Indonesia, Ahmad Surkati mendirika pendidikan berjenjang, yaitu:[8]
1. Madrasah Awaliyah berjenjang tiga tahun.
2. Madrasah Ibtidaiyah berjenjang empat tahun.
3. Madrasah Tajhiziyah berjenjang dua tahun.
4. Sekolah Tinggi yang dinamakan takhassus.
Adanya penjenjangan dalam institusi pendidikan yang dilakukan oleh Ahmad Surkati membuktikan keseriusannya dalam memgembangkan pengetahuan dan syiar Islam di Indonesia. Bahkan langkah kebijakan pendidikan berjenjang memberi keuntungan akan kesinambungan keilmuan para siswanya, di sisi lain, adanya pendidikan berjenjang yang di kelola oleh satu organisasi menjamin ketersambungan pemahaman dan pencapaian tujuan gerakan organisasi al-Irsyad.
Sebagai seorang ilmuwan Amad Surkati juga seorang penulis yang yang cukup poduktif di antara karyanya adalah:[9]
1. Risalah Surat al-Jawab,berisi tentang alasan Ahmad Surkati dalam hal perkawinan , terutama kafaah.
2. Al-masail al-Thalaq, ditulis pada tahun 1925 membahas tentang pemurnian ajaran islam.
3. Al-Washiyyat al-Amiriyyah, ditulis pada tahun 1918, berisi tentang anjuran berbuat baik.
4. Zedeleer Uit Den Qoran, ditulis pada tahun 1932, membahas tentang akhlak.
5. Al-Khawatir al-Hhisan, berisi tentang sajak-sajak.
6. Al-Dakhirah al-Islamiyah, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Amad Surkati pada tanggal 1 Muharram taun 1342 H. Majalah ini membahas tentang masalah keislaman dan pendidikan.
Pemikiran Pendidikan
Bentuk gerakan pembaharuan Ahmad Syurkati dibidang pendidikan diilhami oleh pembaharuan yang dilakuakn oleh Muhammad Abduh,”transformasi pendidikan dan pemurnian ajaran Islam dalam pengarauh praktek-praktek yang salah.”. dalam hal ini H.A.r. Gibb menyimpulakn bahwa Ahmad Syurkati menyerap pemikirean Muhammad Abduh dalam basis perjuangannya, yaitu:[10]
1. Pemurnian Islam dari pengaruh dan kebiasaan yang merusak (the purification of Islam from corrupting influence and practices).
2. penyusunan kembali pendidikan tinggi bagi umat Islam (the reformation of muslim higher eduvation).
3. Mempertahankan Islam dari pengaruh Eropa dan serangan orang Nasrani (the defence of Islam againt European influence and Christian attack).
Ahmad Surkati mengatakan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dalam rangka mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Lebih lanjut Ahmad Surkati menyatakan bahwa kesempurnaan manusia tersebut perlu di berdayakan, pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan pendidikan. Sebab dengan pendidikan potensi yang dimiliki oleh manusia dapat dimaksimalkan. Ahmad Surkati meyakini bahwa pendidikan dan pengajaran adalah kunci tercapai dan terciptanya kemajuan peradaban manusia.[11]
Kutipan di atas dapat dipahami bahwa kesempurnaan manusia dapat lebih ditingkatkan dengan pendidikan. Pendidikan juga akan mampu menjamin kemajuan peradaban manusia, dengan catatan pendidikan yang dilakukan dengan pengajaran yang baik berdasarkan al-Quran dan sunnah. Kata-kata bijak Ahmad syurkati yang berisi tentang pendidikan adalah sebagai berikut:[12]
1. Pengajaran merupakan dasar dan pokok kemajuan dan kemuliaandan kebersihan.
2. Bangsa yang mempunyai guru-guru mulia dan di letakkan pada posisi mulia, maka bangsa itu menjadi mulia.
3. Bangsa yang merendahkan / menghinakan guru-gurunya maka bangsa itu akan hina dan celaka.
4. Bangsa yang melalaikan urusan pendidikan / pengajaran maka genertasi muda / bangsa itu akan mengalami kehinaan dan kerendahan serta kehancuran.
Inti dari kata bijak Ahmad Syurkati di atas adalah perlunya manusia menyadari akan pentingnya pendidikan bagi kemajuan suatu bangsa, serat peradabannya. Sebaliknya bangsa yang tidak memperdulikan pendidikan akan mengalami kemunduran peradaban dan akhirnya hancur menjadi fosil-fosil peradaban.
Dalam pendidikan politik Ahmad Surkati mengatakan setidaknya ada delapan langkah konkrit yang hendaknya segera dilakukan oleh majelis koordinasi yang anggotanya terdiri dari Umat Islam, dan ketua yang terpilih langsung diangkat menjadi khalifah. Di antara delapan langkah tersebut adalah:
1. Menyusun petunjuk untuk mengangkat harkat dan martabat kaum muslimin.
2. Membentuk persataun dan kesatuan umat Islam diseluruh dunia dalam kerukunan yang terkoordinasi.
3. Membentuk kesatuan wawasan dalam kaitannya dengan mazhab dan aliran dalam islam.
4. Membentuk forum pembahasan dan musyawarah terhadap adanyaberbagai masalah keagamaan dan hasilnya dapatdijadikan tolok ukur yang dipercaya kebenarannya.
5. Membentuk pusat berkumpulnya paramufti dan qadhi (al-mafati al-murshidin wa al-qudat al-shar’iyah) dari seluruh penjuru dunia.
6. Memajukan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi internasional, di samping jugasebagai bahasa ilmiah.
7. membentuk usaha dakwah dengan pendekatan kasih sayang dan tolong menolong sehingga nilai-nilai agama fungsional terhadap kehidupan manusia.
8. Dewan coordinator umat islam mengangkat wakil-wakilnya di berbagai bangsa yang beragama Islam, dana di antara tugasnya adalah menyerap informasi darai umat Islam setempat.[13]
Sistem Pendidikan
Ahmad Syurkati menyatakan bahwa sistem pendidikan hendaknya mencerminkan kebutuhan masyarakat. Dalam arti pendidikan hendaknya mampu mengakomodasi kebutuhan yang ada dalam masyarakat, pernaikan secara menyeluruh baiki jasmani dan rohani dan yang tidak kalah penting sistem pendidikan harus bersinergi dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.[14]
Dari kutipan di atas, dapat diambil pengertian bahwa pendidikan hendaknya tidak memisahkan diri dengan kebutuan masyarakat, pendidikan hendaknya menciptakan suasana yang mampu memberi kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan masyarakat sekitarnya, sehingga pendidikan mampu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat. Hal itu dapat terwujud ketika pendidikan diarahkan dan dikembangkan sesuai kebutuhan masyarakat pada saat itu, serta disesuaikan dengan potensi geografis masyarakatnya. Perlu juga pendidikan mengkombinasikan nilai nilai ketuhanan dan kemanusiaan, sehingga ana semacam hubungan yang erat antara pendidikan dengan Tuhan dan manusia, dan pada akhirnya pendidikan akan memberi kepuasan bagi anak didik, guru, masyarakat dan bangsa.
Tujuan Pendidikan dan Kurikulum
Tujuan pendidikan menurut Ahmad Syurkati lebih mengacu kepada perlindungan terhadap manusia dari keterbelakangan dan keangkuhan diri sendiri, terutama dalam posisinya sebagai khalifah Allah di dunia ini.[15] Kutipan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam membantu individu keluar dari kungkungan kesengsaraan, kemunduran kualitas, kejatuhan nilai diri. Keterbelakangan dan keangkuhan diri, merasa diri mampu memecahkan permasalahan, tantangan dalam meniti dan mengemban kedudukan khalifah di bumi ini. Lebih lanjut tujuan pendidikan yang di kemukakan oleh Ahmad syurkati mengisyaratkan perlunya perhatian khusus terhadap permasalahan, problem, keadaan individu peserta didik, yang mengalamai berbagai macam perbedaan latar belakang, ekonomi, budaya, kemampuan, bakat dan potensi, maka dari itu perlindungan terhadap setiap individu peserta didik menjadi sangat penting demi tercapainya pribadi yang parupurna berdasarkan apa yang ada pada peserta didik.
Adanya perbedaan individu berakibat kepada berbagai kondisi pembelajaran, metode, pendekatan yang kesemua itu bermuara kepada tercapainya tujuan pendidikan yang terfokus kepada pengembangan konsep tauhid,[16] seperti keyakinan pada kesendirian Allah dalam melaksanakan penciptaan, pemeliharaan dan penertiban alam ini, keyakinan akan kemandirian Allah akan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, terakhir pendidikan hendaknya mengembangkan, memantapkan keyakinan peserta didik bahwa Allah adalah yang paling berhak untuk disembah, dan terlebih penting peserta didik mampu menghadirkan Tuhan dalam berbagai kativitas kesehariannya.[17]
Ramayulis dan Samsul Nizar memahami dan menyimpulkan tujuan pendidikan Islam yang didefinisikan oleh Ahmad syurkati lebih tertuju kepada pengembangan konsep tauhid bagi manusia[18]. Adanya pengembangan konsep tauhid tersebut diharapkan manusia akan:
1. Membaca ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam wahyu Allah.
2. Membaca ayat-ayat kauniyah yang terdapat di alam raya.
3. mengembangkan, memberdayakan, dan memelihara potensi alam sesuai dengan kehendak Allah.
Kesimpulan Ramayulis dan Samsul Nizar terhadap tujuan pendidikan yang didefinisikan oleh Ahmad syurkati di atas, menyiratkan bahwa sebenarnya pengembangan konsep tauhid dalam pendidikan akan memberi peluang kepada peserta didik untuk meneliti, observasi, dan berbagai uji coba terhadap berbagai penemuan dari hasil penelitian, atau mengadakan semacam pengembaraan intelektual dalam wadah institusi penelitian yang lebih terkonsep dan terorganisir.
Al-Irsyad menerapkan kurikiulum modern, dalam arati ada semacam kurikulum yang dibuat secara khusus. Materi dan kitab diusesuaikan berdasarkan dengan tingkat dan waktu lama belajar santri/siswa. Dalam operasionalnya keiagatan pembelajaran dilakukan secara sistematis, berurutan dimyuali darai awal/ pendahuluan pada setiap kitab yang akan dipelajari sampai kepada bab penutup. Demikikan juga dalam merujuk dan menggunakan kitab, biasanya dari kitab yag termudah, kemudian dilanjutkan kepada kitab yang dianggap paling sulit. Atau dari kitab yang tingkatannya rendah sampai kepada kitab yang tingkatan tinggi.[19]
Materi pelajaran yang diajarakan adalah Bahasa Arab, Qawaid, nahwu, Sharf, Balaghah, bahasa Belanda, agama Islam dari al-Quran beserta tafsirnya, hadis dengan Musthalah hadisnya, ilmu hitung, ilmu bumi, ilmu ukur/handasah, ilmu mantiq, ilmu tarikh, dan ilmu tata buku.[20] Konsep di atas terlihat bahwa kurikulum yang di susun oleh Ahmad Syurkati menunjukkan keahliannya dalam bidang kurikulum, kurikulum yang di susunnya memberi peluang bagi siswa untuk berkembang dan berkompetesi berdasarkan kemampaun dan bakat yang mereka miliki.
Tidak itu saja, selain mampu menerpakan konsep psikologi pendidikan dalam menyusun kurikulum Ahmsd Syurkati juga tidak membedakan dan mengelompokkan ilmu pengetahuan, ada kemungkinan Ahmad Syurkati menyadari bahwa semua ilmu adalah dari Allah, sehingga tidak ada dalam dirinya pikiran dan keyakinan pemisahan ilmu yang secara murni membahas bidang keagamaan dan ilmu yang secara khusus mempelajarai hal-hal bersifat keduniaan.
Dari konsep penyusunan kurikulum yang dilakukan oleh Ahmad Syurkati tersirat sebagai tokoh pendidikan yang tidak mengakui adanya dikotomi dalam ilmu pengetahuan, tidak meyakini adanya pemisahan ilmu umum dan ilmu agama. Maka sebenarnya tidak perlu adanya islamisasi ilmu pengetahuan.
Pendekatan dan metode
Pendekatan yang dilakukan oleh Ahmad Syurkati adalah:
9. memperhatikan muridnya, dari segi budi pekerti dan intelektual.
10. pemikiran yang mampu diterima oleh muridnya.
11. menggunakan pendekatan rasional dalam pembelajaran.
12. personal psikologis dan konseling dalam memahami minat, bakat dan kemampuan siswanya.
Metode yang digunakan oleh Ahmad Syurkati adalah diskusi, praktek, ceramah, keteladanan. Ahmad Surkati mengatakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian yang luas dalam menafsirakan Al-Quran seorang mufassir hendaknya pertama, menguasai berbagai ilmu, ilmu agama Islam maupun ilmu-ilmu umum lainnya. Kedua, menggunakanpendekatan ma’thur yaitu memahami dan menafsirkan alQuran berdasarkan keterangan Al-quran dan hadis. Ketiga, pendekatan tauhid.[21]
Kutipan di atas, dapat dipahami bahwa Ahmad Surkati adalah pakar pendidikan berbagai bidang beberapa disiplin ilmu. Hal ini dapat ditilik dari konsep-konsep yang lebih bersifat aplikatif dan berdaya guna.
Lembaga pendidikan
Ahmad Syurkati meyakini bahwa lembaga pendidikan adalah tempat yang penting bagi berlangsungnya proses pendidikan, menurutnya lembaga pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pendidikan.[22]
Dapat dipahami bahwa sebenarnya pendapat Ahmad Syurkati di atas menyiratkan sebuah konsep manajemen. Konsep manajemen dimaksud adalah kestabilan, profesionalitas dan kepemimpinan yang berkompeten dalam pengelolaan lembaga pendidikan akan mempunyai dampak yang baik bagi proses pendidikan. Hal ini sangat mungkin terjadi, dapat dikatakan dan diyakini bahwa lembaga pendidikan yang dikelola secara baik dan profesioanl akan berpengaruh baik terhadap proses pendidikan, sebaliknya pengelolaan lembaga pendidikan yang jelek dan tidak profesional akan berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran.[23]
Ahmad Syurkati meyakini bahwa lembaga pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan, lebih lanjut ia mengatakan bahwa lembaga pendidikan yang baik akan melambangkan kemajuan sebuah pendidikan, sebab dengan adanya lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik akan mengarakan proses pendidikan terarah dan terprogfram secara jelas dan terorganisir.[24]
Menurut Ahmad Syurkati lembaga pendidik mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Pengembangan dakwah Islam.
2. Agen pemersatu visi dan misi menuju kesemprnaan manusia.
3. Mengembangakan tradisi inteletual.
4. Menghadang pemisahan pemikiran bersifat keagamaan dan keduniaan.
Ahmad Syurkati mengatakan bahwa lembaga pendidikan akan berfungsi dengan baik dan dapat meningkatkan kualitasnya dengan jalan:
1. Membentuk penilik/semacam dewan pengawas pendidikan untuk melakukan inspeksi ke lembaga-lembaga pendidikan di daerah agar tidak terjadi penyelewengan dan kesalahan dalam pelaksaan proses pendidikan.
2. Pengawas pendidikan hendaknya membuat laporan dari iknspeksi yang telah dilakukan.
3. Lembaga pendidikan/ pengelola pendidikan hendaknya mengadakan pertemuan dalam membuatt prasarana pendidikan, kurikulum, maupun silabus.
4. Mengangkat pegawai perpustakaan.
5. Sekolah/ lembaga pendidikan hendaknya menyediakan buku-buku pelajaran/ buku khusus yang dapat dipinjamkan kepada siswa/ yang dapat dimanfaatkan oleh semua murid.
6. Mempunyai perpustakaan dengan koleksi yang lengkap.
7. Mempunyai media publikasi sendiri.
8. Mempunyai dewan komite sekolah yang anggotanya dari parktisi pendidikan dan masyarakat.
9. Kepala dibebaskan dari tugas mengajar agar fokus kepada tugasnya sebagai kepala sekolah.
10. Memperhatikan penduduk sekitar sekolah.
11. Membuat pendidikan kejuruan/ kealian sehingga siswa siap kerja dan mandiri.
12. Penyusunan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat.
Dari kutipan di atas tergambar bahwa Ahmad Surkati terlahir sebagai manusia yang cerdas, terutama dalam menghasilkan konsep-konsep bersifat aplikatif. Sehingga pencerahan di kalangan umat Islam waktu itu. Konsep Ahmad Surkati tersebut merupakan konsep ideal sebuah institusi pendidikan. Kalau hal di atas dapat diwujudkan dengan baik maka institusi pendidikan akan lebih baik dan banyak peminat. Di sisi lain, kualitas akan makin baik dan terjamin.
Pendidik dan pembelajaran dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan satu kesatuan dalam dunia pendidikan, ketika seseorang telah melaksanakan proses pembelajaran maka ia dikatakan sebagai seorang pendidik. Begitu juga seseorang tidak dapat dikatakan sebagai pendidik kalau tidak pernah melakukan aktivitas pembelajaran/ mendidik. Begitu juga pembel;ajaran akan hancur jika pendidik tidak ahli/ profesional.
Ahmad Syurkati menyadari arti penting pembelajaran dan peran pendidik dalam pendidikan, maka berdasarkan hal itu memberikan kriteri tertentu kepada calon pendidik, yaitu, berakhlak mulia dan profesional.[25]
Meskipun hanya dua kriteria, telah memenuhi dan layak untuk menjadi seorang pendidik. Karena akhlak yang baik menjadi modal dasar yang kuat bagi guru untuk menapaki jalan pendidikan. dengan akhlak yang baik akan mempermudah guru berinteraksi dengan siswanya. Sebaliknya guru yang tidak berakhlak pada dasarnya ia telah menapaki jalan kegagalan dalam dunia pendidikan. karena siswaakan makin jauh dari anak didik.
[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Op.Cit., h.55
[2] Ibid.,
[3] Ibid.,
[4] Ibid.,
[5] Ibid.
[6] Ibid., h.57-58
[7] Ibid., h.58
[8] Ibid., h.59
[9] Ibid.,
[10] Ibid.,
[11] Ibid.,
[12] Ibid.,
[13] Ibid., 142
[14] Ibid.,
[15] Ibid.,
[16] Tauhid yang diamksud adalah tauhid al-Rububiyah, tauhid al-Asma wa al-sifat, dan tauhid al-Uluhiyah. Lebih lanjut baca dalam ramayulis dan Smasul Nizar, h.66
[17] Ibid.s.,
[18] Ibid.,
[19] Ibid.,
[20] Ibid.,
[21] Bisri Affandi,Syaikh Ahmad Syurkati: Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia,(Jakarta:Pustaka Al-kautsar,1999.,h 47-48
[22] Ibid.,
[23] Sering terjadi, ketika pengelolaan lembaga pendidikan tidak professional atau bermasalah sering yang menjadio korban adalah proses pembelajaran, siswa terlantar, proses pembelajaran buruk dan kualitaas menururn.
[24] Ibid.,
[25] Ibid.,h.76. prinsip profesionalitas guru adalah sebagai berikut: 1. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme. 2. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan kahlak mulia. 3. memiliki kualitas akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya.4. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. 5. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. 6. memperoleh penghasilan yang telah ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 7. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 8. memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. 9. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaiotan dengan tugas keprofesionalan guru. Lihat UU RI NO. 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen (Jakarta:Penerbit Cemerlang,2005), BAB III pasal 7 butir 1 halaman 7
Komentar :
Posting Komentar