21 November 2007

KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS (1/2)

oleh Achmad Baiquni
 
Telah  banyak  kitab  yang   ditulis   ulama   masyhur   untuk
menafsirkan   ayat-ayat   suci   al-Qur'an   --yang  merupakan
garis-garis  besar  ajaran  Islam  itu--  dengan   menggunakan
ayat-ayat   lain   di   dalam  kitab  suci  tersebut,  sebagai
bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan.  Namun,
dalam  al-Qur'an  sendiri, ciptaan Tuhan di seluruh jagad raya
ini  secara  jelas  disebutkan  sebagai   "ayat-ayat   Allah",
misalnya  dalam  surah  'Ali  Imran  190 disebut, Sesungguhnya
dalam ciptaan langit dan bumi, serta silih  bergantinya  malam
dan  siang,  terdapat  ayat-ayat  Allah  bagi orang-orang yang
berakal (dapat menalar). Karenanya, maka sebagai padanan untuk
mendapatkan  arti  ayat-ayat al-Qur'an yang menyangkut al-Kaun
dapat digunakan juga ayat-ayat Allah yang berada di dalam alam
semesta ini.
 
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidaklah mengherankan
apabila ketetapan dalam penafsiran  ayat-ayat  al-Qur'an  yang
berisi  konsep-konsep  Kauniyah  sangat bervariasi, tergantung
pada pengetahuan mufassir tentang alam  semesta  itu  sendiri.
Untuk  memberikan  contoh  yang  nyata,  kita  dapat  menelaah
ayat-ayat  berikut,  Dan  tidakkah   orang-orang   kafir   itu
mengetahui  bahwa  agama  sama,  [1]  dan  ardh [2] itu dahulu
sesuatu  yang  padu,  kemudian  kami  pisahkan  keduanya  (QS.
al-Anbiya':  30. Dan sama' itu kami bangun dengan kekuatan dan
sesungguhnya kamilah yang meluaskannya (QS. al-Dzariyat: 47).
 
Seseorang yang hidup dalam abad 9 M akan mengatakan bahwa kata
sama'  artinya  langit;  pengertiannya  ialah bahwa langit itu
adalah  sebuah  bola  super  raksasa  yang  panjang  radiusnya
tertentu,   yang  berputar  mengelilingi  sumbunya.  Dan  pada
dindingnya tampak menempel bintang-bintang yang gemerlapan  di
malam hari. Bola ini dikatakan mewadahi seluruh ruang alam dan
segala sesuatu yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin  bahwa
persepsinya mengenai langit itulah yang sesuai dengan apa yang
dapat diamati setiap hari,  kapan  pun  juga.  Bintang-bintang
tampak  tidak  berubah posisinya yang satu terhadap yang lain,
dan seluruh langit itu berputar-putar dalam satu  hari  (siang
dan malam).
 
Apa  yang kiranya dapat kita harapkan dari orang ini andaikata
ia  diminta  memberikan  penafsiran  (bukan  sekadar   salinan
kata-kata)  ayat-ayat  tersebut? Tentu saja ia akan memberikan
interpretasi yang sesuai dengan  persepsinya  tentang  langit,
serta  ardh  yaitu  bumi  yang  datar  yang dikurung oleh bola
langit. Dan mungkin sekali ia akan mengatakan  bahwa  ayat  30
surah   al-Anbiya'   itu  melukiskan  peristiwa  ketika  Tuhan
menyebutkan  langit  menjadi  bola,  setelah  ia  sekian  lama
terhampar di permukaan bumi seperti layaknya sebuah tenda yang
belum dipasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini bahwa  konsep
kosmologis  dalam al-Qur'an, mengenai penciptaan alam semesta,
yang  dikemukakan  orang  itu  sangatlah  sederhana.  Dan  itu
tidaklah     benar,    karena    konsepsinya    tidak    mampu
mengakomodasikan  gejala  yang   dinyatakan   ayat   4   surah
al-Dzariyat.
 
Sebuah  langit  yang  berbentuk bola dengan jari-jari tertentu
bukanlah  langit  yang  bertambah  luas.  Apalagi   kalau   ia
melingkupi seluruh ruang kosmos beserta isinya; tidak ada lagi
sesuatu yang lebih besar daripadanya. Pada hemat saya, sesuatu
konsepsi   mengenai   alam  semesta  yang  benar  harus  dapat
dipergunakan untuk menerangkan semua peristiwa yang dilukiskan
ayat-ayat   dalam   kitab   suci;   ia   harus  sesuai  dengan
konsep-konsep kosmologis dalam  al-Qur'an.  Untuk  mendapatkan
konsepsi  yang  benar  itu  pada  hakekatnya  telah  diberikan
petunjuk sang pencipta misalnya dalam ayat  101  surah  Yunus,
Katakanlah  (wahai Muhammad), Perhatikanlah dalam intighon apa
yang ada di sama' dan di ardh (QS. Yunus: 101). Dalam  teguran
ayat 1 dan 18 dalam surah al-Ghasyiyah, Maka apakah mereka itu
tak   memperhatikan   onta-dalam   intighon,   bagaimana    ia
diciptakan.   Dan   sama',   bagaimana  ia  ditinggikan.  (QS.
al-Ghasyiyah: 1 dan 18). Serta dalam ayat 190  dan  191  surah
Ali Imran, Sesungguhnya dalam penciptaan sama' dan ardh, serta
silih bergantinya siang dan  malam,  terdapat  ayat-ayat  bagi
orang-orang yang berakal (dapat menalar). Yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan  berbaring,  dan
pikirkan  tentang penciptaan sama' dan ardh, wahai Tuhan kami,
tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau,
maka  peliharalah kami dari siksa azab neraka. (QS. Ali Imran:
190 dan 191).
 
Dengan diikutinya perintah dan petunjuk ini, maka muncullah di
lingkungan   umat  Islam  suatu  kegiatan  observasional  yang
disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi  bersifat
kontemplatif  belaka,  seperti  yang  berkembang di lingkungan
Yunani,  tapi  mempunyai  ciri  empiris  sehingga  tersusunlah
dasar-dasar  sains.  Penerapan metode ilmiah ini, yang terdiri
atas  pengukuran  teliti   pada   observasi   dan   penggunaan
pertimbangan  yang  rasional, telah mengubah astrologi menjadi
astronomi. Karena telah menjadi kebiasaan para  pakar  menulis
hasil   penelitian   orang  lain,  maka  tersusunlah  himpunan
rasionalitas kolektif insani yang kita  kenal  sebagai  sains.
Jelaslah  di sini bahwa sains adalah hasil konsensus di antara
para pakar.
 
Kita ingat ayat 3,  4  dan  5  surah  al-'Alaq,  Bacalah,  dan
Tuhanmulah  Yang Maha Pemurah. yang mengajar dengan qalam. [3]
Dia mengajar manusia apa yang  tidak  diketahuinya.  Penalaran
tentang    "bagaimana"    dan   "mengapa",   yang   menyangkut
proses-proses alamiah di  langit  itu,  menyebabkan  timbulnya
cabang  baru  dalam  sains  yang  dinamakan  astrofisika, yang
bersama-sama  astronomi  membentuk  konsep-konsep   kosmologi.
Meskipun  ilmu pengetahuan keislaman ini tumbuh sebagai akibat
dari pelaksanaan salah satu perintah agama, kiranya perlu kita
pertanyakan  apakah  benar  konsep  kosmologi  yang berkembang
dalam  sains  itu  sejalan  dengan  apa  yang  terdapat  dalam
al-Qur'an.  Sebab obor pengembangan ilmu telah mulai berpindah
tangan dari umat Islam kepada  para  cendekiawan  bukan  Islam
sejak  pertengahan  abad  ke  13 sampai selesai dalam abad 17,
sehingga sejak itu sains tumbuh dalam kerangka  acuan  budaya,
mental  dan  spiritual  yang  bukan  Islam,  dan yang memiliki
nilai-nilai tak Islami.
 
Mari kita kaji sambil menelusuri  perkembangan  ilmu  kealaman
sejak  akhir  abad 19 hingga akhir abad 20, ketika ia berjalan
sangat  cepat,  jauh  melampaui  kelajuannya  dalam  abad-abad
sebelumnya,  sejalan  dengan  kecanggihan  instrumentasi  yang
dipergunakan dalam observasi  dan  matematika  sebagai  sarana
komputasi. Kita akan menemukan bahwa pada tahap-tahap tertentu
ia tampak tidak sesuai dengan  ajaran  agama  kita,  sedangkan
dalam  fase-fase  lain  menghasilkan  kesimpulan yang sehaluan
dengannya.
 
Seseorang yang hidup pada akhir abad 19, yang telah mengetahui
melalui  kegiatan  sainsnya,  bahwa  bintang-bintang di langit
jaraknya dari bumi tidak sama, dan bahkan mampu mengukur jarak
itu  dan mengatakan berapa massanya, tak lagi akan mengatakan,
langit itu sebuah bola  super  raksasa.  Ia  akan  mengatakan,
langit  adalah  ruang  jagad-raya,  yang  di dalamnya terdapat
bintang-bintang,  sebagian   diikuti   satelitnya,   dan   ada
bintang-bintang kembar dan gerombolan-gerombolan bintang dalam
galaksi kita yang disebut Bimasakti. Karena  konsep  kosmologi
yang berlaku waktu itu berasal dari Newton, ia akan mengatakan
juga bahwa bola super besar yang mewadahi seluruh ruang kosmos
itu tidak ada sebab baginya ruang jagad-raya ini tak berhingga
besarnya dan tidak mempunyai batas.
 
Sudah tentu konsep kosmologi sains abad yang  lalu  ini  tidak
sesuai dengan konsep al-Qur'an, karena tak dapat mengakomodasi
peristiwa yang: dilukiskan ayat 30 surah al-Anbiya'  dan  ayat
47  surah  al-Dzariyat.  Lebih  dari  itu  bahkan bertentangan
dengan ajaran agama kita; sebab alam semesta yang tak terbatas
dan  tak  berhingga  besarnya,  dianggap tak berawal dan tidak
berakhir. Dan kita akan melihat  sepanjang  pertumbuhan  sains
selanjutnya   bahwa   ide-ide  semacam  ini,  yang  mengandung
konsepsi tentang alam yang langgeng, ada sejak dulu  dan  akan
ada  seterusnya,  selalu  timbul-tenggelam.  (Karena itu, maka
saya selalu menganjurkan agar umat Islam yang  ingin  mengejar
ketinggalan  mereka  dalam sains dan teknologi akhir-akhir ini
bersiap-siap  mengadakan  langkah-langkah  pengamanan   dengan
meng-Islamkan  sains,  sehingga sains kembali dapat berkembang
dalam kerangka sistem nilai yang Islami).
 
Dari uraian di atas bahwa konsep kosmologi sains pada abad  ke
19  gagal total dan sama sekali tak mampu menerangkan apa yang
terkandung dalam dua ayat tersebut  di  atas.  Padahal  mereka
baru  merupakan  sebagian  saja  dari ayat-ayat al-Qur'an yang
berisi konsep-konsep kosmologi. Kita dapat  juga  mengemukakan
beberapa ayat lainnya sebagai berikut,
 
Dalam  pada  itu  Dia  mengarah  pada penciptaan sama', dan ia
penuh dukhon [4], lalu Dia berkata kepadanya dan kepada  ardh,
Datanglah   kalian  mematuhi-Ku  dengan  suka  atau  terpaksa;
keduanya menjawab: kami datang dengan  taat  (QS.  Fushshilat:
11)
 
Maka  Dia  menjadikannya  tujuh  sama' dalam dua hari, dan Dia
mewahyukan kepada tiap sama' peraturannya  masing-masing;  dan
kami   hiasi  langit  dunia  dengan  pelita-pelita,  dan  Kami
memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang  Maha  Perkasa  lagi
Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)
 
Allah-lah  yang telah menciptakan tujuh sama' dan ardh seperti
itu pula (QS. al-Thalaq: 12)
 
Allah-lah yang menciptakan sama' dan ardh dan apa yang ada  di
antara  keduanya  dalam  enam  hari,  dan  pada waktu itu pula
bersemayam di arsy-Nya [5] (QS. al-Sajadah:4)
 
Dan Dialah yang telah menciptakan sama' dan  ardh  dalam  enam
hari,  ada pun Arsy-Nya telah tegak pada ma' [6] untuk menguji
siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. Hud: 7)
 
Sesungguhnya Allah menahan sama' dan ardh agar jangan  lenyap,
dan  sungguh  jika  keduanya akan lenyap dan tak ada siapa pun
yang dapat menahan keduanya itu selain Allah; Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. Fathir: 41)
 
Pada hari Kami gulung sama' seperti menggulung lembaran tulis;
sebagaimana Kami telah mulai awal penciptaan,  begitulah  Kami
akan  mengembalikannya;  itulah  janji  yang akan kami tepati;
sesungguhnya   Kamilah   yang   akan   melaksanakannya    (QS.
al-Anbiya': 104)
 
Sekarang  mari  kira  cari pengertian yang terdapat dalam ayat
itu. Kita telah melihat  dari  contoh-contoh  yang  diberikan,
bahwa  dengan  bekal  pengetahuan  abad  19 saja seseorang tak
mungkin memahaminya; meski ia seorang pakar yang ulung  sekali
pun.  Sebab  konsepsinya  tentang  alam  semesta  memang salah
hingga tidak cocok dengan apa yang ada dalam al-Qur'an.
 
Apa yang akan dikatakan oleh  seorang  kosmolog  atau  seorang
fisikawan  abad  20,  jika ia ditanya tentang konsep kosmologi
sains yang mutakhir yang  dihasilkan  penelitian  para  pakar?
Secara   garis  besar,  jawabnya  kira-kira  sebagai  berikut:
Konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya mulai  mengalami
perubahan  sejak  tahun  1929  ketika Hubble melihat dan yakin
bahwa  galaksi-galaksi  di  sekitar  Bimasakti  menjauhi  kita
dengan kelajuan  yang  sebanding dengan jarak dari bumi;  yang
lebih jauh kecepatannya  lebih  besar,  sehingga  dalam  sains
terdapat  istilah  alam  yang mengembang (expanding universe).
Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang  paling
laju  akan  berlari  paling  depan.  Karena kelajuan dan jarak
masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak  sulit  untuk
menghitung kapan mereka itu mulai berlari.
 
Pada  tahun  1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di
seluruh jagad-raya yang  cacahnya  kira-kira  100  milyar  dan
masing-masing  rata-rata  berisi  100  milyar bintang itu pada
mulanya  berada  di  satu  tempat  bersama-sama  dengan  bumi,
sekitar   15  milyar  tahun  yang  lalu.  Materi  yang  sekian
banyaknya itu terkumpul sebagai suatu  gumpalan  yang  terdiri
dari   neotron;  sebab  elektron-elektron  yang  berasal  dari
masing-masing  atom  telah  menyatu   dengan   protonnya   dan
membentuk  neotron  sehingga tak ada gaya tolak listrik antara
masing-masing  elektron  dan  antara   masing-masing   proton.
Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab
musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah
materi  itu ke seluruh ruang jagad-raya; peristiwa inilah yang
kemudian terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang).
 
Sudah  barang  tentu   gumpalan   sebesar   itu   tak   pernah
bergelimpangan  di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi gumpalan
itu akan begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi  sangat
kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-jarinya hanya
sebesar 2 sampai 3 kilometer dan massanya kira-kira 2 sampai 3
kali  massa  sang  surya,  dan  bahkan lebih kecil dari lobang
hitam (black hole) yang  massanya  jauh  melebihi  pulsar  dan
jari-jarinya  menyusut  mendekati ukuran titik. Gambarkan saja
dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi  dalam  titik
yang  volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100
milyar bintang sebesar matahari dipaksakan masuk di  dalamnya!
Inilah  yang  biasa  disebut sebagai singularitas. Jadi konsep
dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan  alam
semesta  ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta
ruang-waktu dan energi yang keluar  dari  singularitas  dengan
suhu yang tak terkirakan tingginya.
 
II.6. KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS                           (2/2)
oleh Achmad Baiquni
 
Para  pakar  berpendapat  bahwa  alam  semesta  tercipta  dari
ketiadaan sebagai goncangan vakum yang  membuatnya  mengandung
energi  yang  sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya
menjadi negatif. Vakum yang mempunyai  kandungan  energi  yang
luarbiasa  besarnya  serta  tekanan gravitasi yang negatif ini
menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas.
Tatkala  alam  mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya
merendah melewati 1.000  trilyun-trilyun  derajat,  pada  umur
10-35  sekon,  terjadilah  gejala  "lewat  dingin".  Pada saat
pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos
kembali  menjadi  1.000  trilyun-trilyun  derajat, dan selurnh
kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar  biasa  selama
waktu  10-32  sekon.  Ekspansi  yang  luar  biasa cepataya ini
menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan
dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi.
 
Selama  proses  inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya
satu alam saja yang  muncul,  tetapi  beberapa  alam;  berapa?
duakah?  tigakah?  atau  berapa?  para ilmuwan tidak tahu. Dan
masing-masing alam  dapat  mempunyai  hukum-hukumnya  sendiri;
tidak  perlu  aturannya  sama dengan apa yang ada di alam kita
ini. Karena materialisasi  dari  energi  yang  tersedia,  yang
berakibat  terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak,
maka di lokasi-lokasi  tertentu  terdapat  konsentrasi  materi
yang  merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh
kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam  ini
tidak  seorang  pun  tahu;  namun  tatkala umur alam mendekati
seper-seratus  sekon,  isinya   terdiri   atas   radiasi   dan
partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah
sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel  dan  radiasi
yang  sangat  rapat  tetapi  bersuhu  sangat  tinggi itu lebih
menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga  para  ilmuwan
memberikan  nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon
dan tiga menit terjadi proses yang  dinamakan  nukleosintesis;
dalam  periode  ini  atom-atom  ringan terbentuk sebagai hasil
reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur  alam  mencapai  700.000
tahun  elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti
dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi;  pada  saat  itu
seluruh  langit  bercahaya  terang  benderang  dan hingga kini
"cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang
mikro.
 
Menurut  perhitungan  kami, alam semesta mempunyai dimensi 10;
yaitu 4 buah dimensi  ruang-waktu  yang  kita  hayati,  dan  6
lainnya  yang  tidak  kita  sadari,  karena "tergulung" dengan
jarij-ari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai  muatan
listrik  dan  muatan  nuklir.  Dimensi yang kita hayati adalah
dimensi yang, katakan  saja,  "terbentang"  dan  mengejawantah
sebagai  ruang-waktu.  Kalau  semua yang telah dirintis secara
matematis  ini  mendapatkan  pembenaran  dari  eksprimen  atau
observasi  di  alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang
kita  huni  ini  mempunyai  kembaran   (shadow   world)   yang
sebenarnya  berada  di  sekeliling  kita,  tapi tak dapat kita
lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya  gravitasi
sedangkan  hukum  alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku
di dunia ini.
 
Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang
dikatakan  itu  adalah  hasil mutakhir kegiatan penelitian dan
saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus.  Selama
perjalanan  mencari  kebenaran  itu,  sebenarnya  sains  telah
mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar
kesalahannya,   karena   tak   cocok   dengan  kenyataan,  dan
mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa  saja
yang relevan, sebagai contoh.
 
Pertama,  ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan
untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman  bahwa
ia  memberi  gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah
oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu
itu;  yaitu  kosmos  yang  statis. Tapi langkah pembetulan itu
mendapat  tamparan,  karena   Hubble   mengobservasi   justeru
jagad-raya  ini  berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke
perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis,
tapi berekspansi.
 
Kedua,  ketika  gagasan  Gamow  tentang  dentuman  besar  yang
menjurus pada konsep alam semesta yang berawal  dikumandangkan
beberapa  kosmolog  yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan
yang  dikenal  sebagai  kosmos  yang  mantap   (steady   state
universe)  yang  menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu
sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan  tanpa  akhir.
Namun  terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi
bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson  dan
Penzias  pada  1964,  telah  mendorong  para pakar mengakuinya
sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa
dentuman  besar.  Dengan  demikian  maka konsepsi yang berawal
lebih dikukuhkan.
 
Ketiga, ketika dentuman besar tak  dapat  disangkal,  beberapa
ilmuwan   mencoba   mengembalikan   keabadian   kosmos  dengan
mengatakan, alam semesta  ini  berkembang-kempis  (oscillating
universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam
yang berkelakuan seperti itu, meledak dan  masuk  kembali  tak
henti-hentinya   tak  berawal  dan  tak  berakhir,  entropinya
besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak
didukung  kenyataan.  Kita  lihat  bahwa hasrat mempertahankan
konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu
menemui  kegagalan,  karena  tak  sesuai dengan kenyataan yang
terobservasi.
 
Bagaimana para fisikawan-kosmolog  dapat  mengatakan  semuanya
itu  tanpa  melihat  sendiri  kejadiannya?  Sebenarnya  mereka
melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam  semesta  dan  radiasi
gelombang  mikro,  yang  mereka  pergunakan  untuk  menelusuri
kembali peristiwanya yang  terjadi  sekitar  15  milyar  tahun
lalu,  seperti  layaknya  tim  detektif  yang ingin memecahkan
sebuah misteri dengan  menggunakan  sekelumit  abu  rokok  dan
pecahan-pecahan   gelas  yang  berserakan  di  sekitar  tempat
kejadian. Kalau para  detektif  itu  cukup  memakai  penalaran
logis   saja,   maka   para   pakar,  di  samping  menggunakan
pertimbanganpertimbangan  rasional,  harus  melandasinya  juga
dengan  pengetahuan  sunnatullah,  segenap peraturan Allah swt
yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah
al-Fath   dinyatakan  memiliki  stabilitas,  sebagai  sunnat-u
'l-lah yang berlaku sejak  dulu,  sekali-kali  kamu  tak  akan
menemukan perubahan pada sunnatullah itu.
 
Apakah  para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada
akhirnya? Ada dua pandangan yang  dianut  dalam  sains  yaitu,
pertama,   alam   semesta  ini  "terbuka,"  sehingga  ia  akan
berekspansi selamanya, dan kedua jagad  raya  ini  "tertutup,"
sehingga  pada  suatu  saat ekspansinya akan berhenti dan alam
kembali mengecil untuk akhirnya  seluruhnya  mencebur  kembali
dalam  singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka
tak  tahu.  Sebab  mereka  tak  mempunyai   informasi   berapa
sebenarnya  massa  yang  terkandung  dalam  alam ini; sebagian
massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan  sebagian  lagi
dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino.
 
Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh
alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali  semua  galaksi
yang  bertebaran,  karena  bintang-bintang  yang bercahaya dan
materi antar bintang,  yang  terobservasi  pengaruhnya,  hanya
dapat  menyajikan  sekitar  20  persen  saja  dari  gaya  yang
diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis.  Sedangkan  qaul
yang  kedua  mendasari  pernyataannya  dengan adanya neutrino-
neutrino yang mereka  percayai  membawa  sebagian  besar  dari
massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis
itu akan terlampaui.
 
Sekarang  marilah  kita  gali  konsep-konsep  kosmologi  dalam
al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan orang abad ke 9 atau ke 19
melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20. Saya akan
menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang
saya pilih  di  antara  sekian  banyak  ayat  yang  mengandung
konsep- konsep tersebut, sebagai berikut,
 
Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang waktu
dan  energi-materi  itu  dulu   sesuatu   yang   padu   (dalam
singularitas),   kemudian  kami  pisahkan  keduanya  itu  (QS.
al-Anbiya': 30)
 
Dan ruang  waktu  itu  Kami  bangun  dengan  kekuatan  (ketika
dentuman  besar  dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari
dimensinya menjadi terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang m
eluaskannya    (sebagai    kosmos   yang   berekspansi)   (QS.
al-Dzariyat: 47)
 
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan ia
penuh  "embunan" (dari materialisasi energi), lalu Dia berkata
kepadanya  dan  kepada  materi:  Datanglah   kalian   mematuhi
(peraturan)-Ku  dengan  suka atau terpaksa; keduanya menjawab:
Kami datang dengan kepatuhan. (QS. Fushshilat: 11).
 
Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta)  dalam
dua  hari,  dan  Dia mewahyukan kepada tiap alam itu peraturan
(hukum alam)-nya masing-masing;  dan  kami  hiasi  ruang-waktu
(alam)  dunia  dengan  pelita-pelita,  dan Kami memeliharanya;
demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi  Maha  Mengetahui
(QS. Fushshilat: 12)
 
Allah-lah  yang  menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta),
dan materinya seperti itu pula. (QS. al-Thalaq: 12)
 
Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa yang
ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula
menegakkan   pemerintahan-Nya    (yang    seluruh    perangkat
peraturannya ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati)
(QS. al-Sajadah: 4)
 
Dan Dia-lah yang  telah  menciptakan  ruang-waktu  dan  materi
dalam enam hari, sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase
zat alir (yaitu sop kosmos) untuk menguji siapakah  di  antara
kalian yang lebih baik amalannya (QS. Hud: 7)
 
Sesungguhnya  Allah  menahan  ruang-waktu  (alam  semesta) dan
materi di dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang
terbuka),  dan  sungguh  jika keduanya akan lenyap tiada siapa
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)
 
Pada  hari  Kami  gulung  ruang-waktu  (alam  semesta) laksana
menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah  mulai  awal
penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji
yang  akan  kami  tepati;  sesungguhnya  Kamilah   yang   akan
melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).
 
Demikian   konsep-konsep  kosmologi  yang  dapat  digali  dari
al-Qur'an  sebagaimana  saya  melihatnya  selaku  orang   yang
berkecimpung  dalam  bidang  sains.  Mengatakan bahwa apa yang
telah saya lakukan ini sebagai usaha  menarik-narik  al-Qur'an
agar  sejalan  atau  cocok  dengan  sains,  hasil  karya pikir
manusia, adalah suatu tuduhan  yang  tak  berdasar.  Apa  yang
telah saya lakukan di sini bukanlah pembenaran (justification)
sains dengan al-Qur'an; karena  ada  beberapa  konsepsi  sains
yang  telah  sayÿÿtolak, karena tidak seÿÿÿÿ dengan al-Qur'an.
Dan tidak pula  saya  menarik  al-Qur'an  agar  sesuai  dengan
sains.  Patokan  saya  adalah kebenaran kitab suci umat Islam,
dan apa yang bertentangan dengannya saya tolak.  Dan  bukankah
justeru  Allah  swt  sendiri  yang mengungkapkan adanya gejala
ekspansi  kosmos  dan  radiasi  gelombang  mikro  kepada  para
ilmuwan, untuk membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami
ciptaanNya, hingga para ilmuwan yang setia kepada tradisi umat
Islam,  yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta
materi di dalamnya  sesuai  dengan  perintah-Nya  dalam  surah
Yunus  101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti
tercantum dalam surah Fushshilat  53,  Akan  Kami  perlihatkan
kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri
mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka  itu  bahwa    ia
(al-Qur'an) adalah yang benar.
 
Dalam  awal  uraian  saya  telah  dikatakan  bahwa  penggalian
konsep-konsep kosmologi dalam  al-Qur'an  merupakan  pekerjaan
yang  tak  kunjung  henti.  Memang begitulah karena sains akan
terus berkembang dan akan senantiasa  menemukan  hal-hal  yang
baru  yang  dapat  lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga
dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
 
CATATAN
 
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya pergunakan untuk
memilih kata-kata dalam penafsiran.
 
 1. Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa
    yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang
    alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang,
    galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental
    dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu
    kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti
    "ruang".
    
 2. Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar
    4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi
    kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai
    kerak di atas magma. Maka saya condong mengartikan kata-kata
    ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada
    sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah
    terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari
    yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya
    dalam istilah energi-materi.
    
 3. Qalam, pena; karena orang dapat menulis sesuatu tak hanya
    dengan pena, misalnya dengan lidi-aren, dengan pangkal bulu,
    dengan bolpen, dengan vulpen, dengan kuas, dengan mesin ketik
    dan lain-lain sebagainya, maka saya condong untuk menggunakan
    istilah sarana tulis sebagai ganti "pena". Malahan saya lebih
    suka mengartikan sebagai "karya tulis".
    
 4. Dukhan asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom
    yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan
    elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom,
    bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk! Oleh
    karenanya, maka saya condong menggunakan istilah embunan, yang
    kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila
    dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu
    sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi (dalam
    kasus ini bertrilyun-trilyun derajat).
    
 5. Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk
    di singgasana adalah syirik, saya condong untuk menafsirkan
    sebagai pemerintahan lengkap dengan sarana, aparatur dan
    peraturannya. Sebab jika kita mengatakan: itu keputusan Bina
    Graha, hal ini tidak berarti bahwa gedung itulah yang
    mengambil keputusan, melainkan pemerintah Indonesia yang
    bertindak. Karenanya, maka saya lebih suka mempergunakan
    katakata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata
    arsy.
    
 6. Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam
    itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen
    belum dapat berbentuk, maka saya memilih maknanya sebagai zat
    alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi
    dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain
    daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka
    penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan
    zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat
    tinggi, tidaklah terlalu aneh.

Komentar :

ada 0 komentar ke “KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS (1/2)”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra