22 April 2008

POLA PENDIDIKAN ISLAM PERIODE DINASTI UMAYYAH

A. Pendahuluan

Selama kurang lebih 91 tahun dinasti umayyah berkuasa, pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.

Banyak jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah dinasti umayyah selama mereka berkuasa, diantaranya adalah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan, penertiban angkatan bersenjata dan mata uang, bahkan jabatan hakim (qadhi) menjadi profesi tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mendapat dukungan yang tingi dari masyaakat dan pemerintah.

Dalam makalah ini penulis mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah berdirinya dinasti umayyah, apa kemajuan yang dicapai dan apa yang mempengaruhi kemunduran serta pola pendidikan Islam yang dikemnagkan selama masa pemerintahan dinasti umayyah.

B. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Sebelum menjelaskan proses yang terjadi tentang berdirinya dinasti umayyah, penulis sekilas akan menjelaskan tentang pengambilalihan kekuasaan terlebih dahulu.

Sesudah wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib, maka berari habislah masa kepemimpinan khulafaur rasyidin. Oleh karena itu masyarakat Arab, Irak dan Iran mengangkat Hasan ibn Ali untuk menggantikan kedudukan ayahnya sehinga terjadilah pembaiatan oleh Qois ibn Saad dan diikuti oleh masyarakat Irak. Akan tetapi permasalahan timbuk karena pihak Muawiyah tidak setuju dengan pembaiatan tersebut maka Muawiyah mengirim tentara untuk menyerang kota Irak.

Dengan kebijaksanaan Hasan ibn Ali maka peperang tersebut tidak terjadi, hal ini dilakukan oleh Hasan agar pertumpahan darah yang lebih besar dalam umat Islam bisa dihindari, namun Hsan ibn Ali mengajukan syarat-syarat kepada Muawiyah diantaranya adalah :

  1. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun dari penduduk Irak.
  2. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diberikan kepad Hasan setiap tahun
  3. Muawiyah membayar kepada saudaranya Husein sebanyak 2 juta dirham
  4. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan penduduk Irak
  5. Pemberian kepada bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pada bani Abdu Syam
  6. Jabatan khalifah sesudah Muawiyah harus diputuskan berdasarkan musyarwah di antara kaum muslimin.[1]

Menurut Ajid Thohir bahwa dinasti umayyah mulai terbentuk ketika terjadi peristiwa tahkim dalam perang siffin, yaitu suatu perang yang bermaksud untuk menuntut balas atas kematian khalifah Utsman ibn Affan. Sebenarnya peprang tersebut akan dimenangkan oleh pendukung Ali ibn Abi Thalib tetapi melihat gelagat kekalahan Muawiyah segera mengajukan usul kepada pndukung Ali untuk kembali kepada hokum Allah. Dalam peristiwa inilah Ali telah tertipu oleh taktik dan siasat Muawiyah sehinga Ali kalah secara politis, oleh karena itu Muawiyah mendapat kesempatan untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja.[2]

Dengan demikian, secara resmi penerimaan Muawiyah ibn Abi Sofyan sebagai khalfah setelah Hasan ibn Ali mengundurkan dir dari jabatan khalifah yang mendapat dukungan dari kaum syi’ah dan telah dipegangnya beberapa bulan lamanya. Peristiwa kesepakatan antara Hasan ibn Ali dengan Muawiyah ibn Abi Sofyan lebih dikenal dengan peristiwa “Am al Jamaah” dan sekaligus menjadikan batas pemisah antara masa khulafaur rasyidin (632-661 M) dengan masa dinasti umayyah (661-750 M).

Walaupun dengan menggunakan berbagai cara dan strategi yang kurang baik yaitu dengan cara kekerasan, diplomasi dan tipu day serta tidak dengan pemilihan yang demokrasi Muawiyah tetap dianggap sebagai pendiri dinasti umayyah yang telah banyak melakukan kebijakan-kebijakan yang baru dalam bidang politik, pemerintahan dan lain sebagainya

Menurut Maidir dan Firdaus, selama memerintah Muawiyah tidak mendapatkan kritikan oleh pemuka dan tokoh umat Islam, kecuali setelah ia mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota. Sebelum adanya peristiwa tersebut kondisi secara umum tetap stabil dan terkendali sehingga Muawiyah dapat melakukan beberapa usaha untuk memajukan pemerintahan dan perkembangan Islam.[3]

Muawiyah yang menjadi khalifah pertama yang berkuasa dalam pemrintahan dinasti umayyah merubah sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Hal ini tercermin ketika suksesi kepemimpinan Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia kepada anaknya. Muawiyah bermaksud menerapkan monarchi yang ada di Persia dan Bizantium, walaupun dia tetap menggunakan istilah khalifah namun pelaksanaannya banyak interpretasi baru dalam jabatan tersebut.[4]

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Muawiyah adalah orang sangat berpengalaman dalam bidang politik dan mempunyai visi dan misi serta tujuan yang sangat jauh kedepan untuk kemajuan dinasti umayyah dan mat Islam umumnya

Para khalifah dinasti umayyah selurunya berjumlah 14 orang yang telah berkuasa mulai tahun 41- 132 H (661-750 M), mereka adalah :

  1. Muawiyah (41 H / 661 M)
  2. Yazid I (60 H / 680 M)
  3. Muawuyah II (64 H / 683 M)
  4. Marwan (64 H / 683 M)
  5. Abdul Malik (65 H / 685 M)
  6. Al Walid (86 H / 705 M)
  7. Sulaiman (96 H / 615 M)
  8. Umar bin Abdul Aziz (99 H / 717 M)
  9. Yazid II (101 H / 720 M)
  10. Hisyam (105 H /724 M)
  11. Al Walid II (125 H / 742 M)
  12. Yazid III (126 H / 744 M)
  13. Ibrahim (126 H / 744 M)
  14. Marwan II (132 H / 750 M).[5]

Dari sekian banyak khalifah yang berkuasa pada masa dinasti umayyah hanya beberapa khalifah saja yang dapat dikatakan khalifah besar yaitu Muawiyah ibn Abi Soyan, Abd al Malik ibn Marwan, Al Walid ibn Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hasyim ibn abd al Malik.

C. Kemajuan yan Dicapai

Secara umum kemajuan dan perubahan yang dilakukan pada masa dinasti umayyah sudah disinggung pada pembahasan di atas. Namun untuk lebih jelasnya maka penulis akan menguraikan hal-hal yang telah dilakukan oleh seluruh khalifah yang berkuasa pada waktu itu, di antaranya adalah :

  1. Pemisahan kekuasaan

Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spiritual power) dengan kekuasaan politik (temporal power). Muawiyah bukanlah seorang yang ahli dalam soal-soal keagamaan, maka masalah keagamaan diserahkan kepada para ulama..

  1. Pembagian wilayah

Pada masa khalifah Umar ibn Khattab terdapat 8 propinsi, maka pada masa dinasti umayyah menjadi 10 propinsi. Tiap –tiap propinsi dikepalai oleh gubernur yang bertanggung jawab langsung kepada khalifah. Gubernur berhak menunjuk wakilnya di daerah yang lebih kecil dan mereka dinamakan ‘amil.

  1. Bidang administrai pemerintahan

Dinasti umayyah membenyuk beberapa diwan (departemen) yaitu :

a. Diwan al Rasail, semacam sekretaris jendral yang berfungsi untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para gubernur atau menerima surat-surat dari mereka.

b. Diwan al Kharraj, yang berfungsi untuk mengurus masalah pajak

c. Diwan al Barid, yang berfungsi sebagai penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat

d. Diwan al Khatam, yang berfungsi untuk mencatat atau menyalin peraturan yang dikeluarkan oleh khalifah

e. Diwan Musghlihat, yang berfungsi untuk menangani berbagai kepentingan umum

  1. Organisasi keuangan

Percetakan uang dilakukan pada masa khalifah Abdul Malik ibn Marwan, Walaupun pengelolaan asset dari pajak tetap di baitul mal

  1. Organisasi ketentaraan

Pada masa ini keluar kebijakan yang agak memaksa untuk menjadi tentara yaitu dengan adanya undang-undang wajib militer yang dinamakan ‘Nidhomul Tajnidil Ijbary

  1. Organisasi Kehakiman

Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas yaitu:

a. Seorang qadhi atau hakim memutuskan perkara dangan ijtihad

b. Kehakiman belum terpengaruh dengan politik

  1. Bidang Sosial budaya

Pada masa ini orang-orang arab memandang dirinya lebih mulia dari segala bangsa bukan arab, bahkan mereka memberi gelar dengan Al Hamra

  1. Bidang seni dan sastra

Ketika Walid ibn Abdul Malik berkuasa terjadi penyeragaman bahasa, yaitu semua administrasi negara harus memakai bahasa Arab.

  1. Bidng seni rupa

Seni ukir dan pahat yang sangat berkembang pada masa itu dan kaligrafi sebagai motifnya.

  1. Bidang arsitektur

Telah dibangunnya kubah al sakhrah di Baitul Maqdia yang dibangun oleh khalifah Abdul Malik ibn Marwan.[6]

Mencermati sekilas tentang kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti umayyah barang kali ada pesan yang dapat kita tangkap disini bahwa ketika pemerintah mempunyai kemauan yang keras untuk membangun negaranya maka rakyat yang dipimpinya akan mendukung semua program pemerintah tersebut

.

D. Sebab-sebab Kemunduran

Dinasti umayyah mengalami kemajuan yang pesat hanya pada dasawarsa pertama kekuasaannya sedangkan pada tahun berikutnya sudah mengalami kemunduran. Kemajuan yang terjadi pasa masa pemerintahan Muawiyah sampai kepada Hisyam saja.

Adapun beberapa faktor penyebab kemunduran dinasti umayyah adalah :

  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan. Pengaturannya tidak jelas sehingga menyebabkan persaingan yang tidak sehat di lingkungan keluarga kerajaan.
  2. Adanya gerakan oposisi dari pendukung Ali dan Khawarij baik yang dilakukan secara terbuka maupun secara tertutup. Hal ini banyak menyedot perhatian pemerintah ketika itu.
  3. Timbulnya permasalahan sosial yang menyebabkan orang non Arab dan suku Arabia Utara sehingga dinasti umayyah kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan
  4. Sikap hidup mewah di kalangan keluarga istana dan perhatian terhadap masalah keagamaan sudah berkurang
  5. Adanya kekuatan baru yang digalang oleh keturunan al Abbas ibn Abd al Muthalib sehingga menyebabkan keruntuhan kekuasaan dinasti umayyah.[7]

Dengan demikian dapat menjadi pengalaman bagi setiap pemerintahan yang tidak baik lambat atau cepat tetap akan runtuh. Sebuah sistem yang telah dibangun dengan tidak baik akan menghasilkan produk yang tidak baik juga.

E. Pola Pendidikan Islam yang Dikembangkan

Di samping melakukan pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayyah juga memberi perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya dorongan para khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang ilmu yang dikuasainya. Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pada masa ini di antaranya adalah:

1. Ilmu agama, yaitu al-Qur’an, hadis, dan fiqh. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itu hadis mengalami perkembangan yang pesat.

2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Tokohnya adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis peristiwa sejarah

3. Ilmu bahasa, yaitu segala ilmu yang berkaitan dengan bahasa arab seperti nahu, saraf dan lain sebagainya.

4. Ilmu filsafat, yaitu ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantic, kimia, astronomi, matematika, dan kedokteran.[8]

Pola pendidikan pada masa dinasti umayyah sudah mengarah kepada pendidikan yang berifat desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibukota Negara saja tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan yang ada pada masa ini berpusat di Damaskus sebagai pusat kota pemerintahan, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainya, seperti Basrah, dan Irak, Damsyik dan Palestina, dan Fistat.(Mesir)[9]

Melihat sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan yang ada pada masa dinasti umayyah, dapat difahami bahwa pada masa ini merupakan awal dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Philip K. Hitti, masa pemerintahan dinasti umayyah merupakan masa inkubasi, maksudnya adalah masa ini peletakan dasar-dasar kemajuan pendidikan selanjutnya dan intelektual muslim berkembang pada masa ini.[10]

Adapun bentuk dan lembaga pendidikan pada masa dinasti umayyah di antaranya adalah:

1. Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.[11]

Hal ini dapat dilihat dari rencana dan petunjuk yang diberikan oleh orang tua murid kepada guru agar dijadikan acuan atau pedoman dalam mendidik anak-anak mereka. contoh pesan-pesan tersebut di bawah ini:

a. Wasiat Amru ‘Utba kepada pendidik putranya. Beliau berkata:

Kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putraku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena mata mereka selalu terikat padamu. Apa yang kamu perbuat adalah yang terbaik menurut pandangan mereka, dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan. Ajarkanlah kepada mereka al-Qur’an, tetapi jagalah mereka agar tidak sampai bosan, karena kalau sampai demikian Al-Qur’an itu akan meninggalkannya. Dan janganlah kamu dijauhkan oleh al-Qur’an, nanti mereka akan meninggalkan al-Qur’an sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka hadits-hadits yang paling baik, dan syair yang paling suci. Jangan kamu bawa mereka pindah dari suatu ilmu kepada ilmu yang lain sebelum ilmu itu difahaminya dengan betul-betul. Sebab ilmu yang bertimbun-timbun dalam otak sukar difahami. Ajarkanlah kepada mereka jalan orang-orang yang bijaksana. Jauhkan mereka berbicara dengan perempuan-perempuan. Jangan engkau bersandar kepada kemaafanku karena aku pun telah menyandarkan sepenuhnya kepada kecakapanmu.

b. Wasiat Hisyam ibn Abdul Malik kepada Sulaiman al Kalbi, Dia berkata :Putraku ini adalah sepotong kulit dari bagian dua mataku ini. Engkau talah saya angkat sebagai pendidiknya karena itu hendaklah bertaqwa kepada Allahdan melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepada mu, pertama latihlah dia dengan Kitabullah, kemudian riwayatkan syari yang paling baik sreta bawalah dia ke dusun-dusun untuk mengambil syair yang baik, dan hendaklah diketahuinya yang halal dan haram begitu juga berpidato dan cerita peperangan.

c. Wasiat Abdul Malik ibn Marwn kepada pendidik putranya, Ajarkanlah kepada mereka berkata benar di samping mengajarkan al-Qur’an. Jauhkanlah mereka Dari orang jahat karena orang tersebut tidk mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku sopan. Jauhkan pula mereka dari khadam dan pelayan, karena pergaulan khadam dan pelayan itu dapat merusak moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah mereka daging agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair kepada mereka agar mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi dengan melintang dan minum air dengan menghirup pelan-pelan, jangan diminumnya dengan tidak senonoh. Dan bila kamu menegurnya maka hendaklah dengan tertutupjangan sampai diketahui oleh pelayan dan tamu agar mereka tidak dipandang rendah oleh mereka.[12]

2. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era khulafaur rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab.[13]

3. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan.[14] Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.

4. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi ke sana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.[15]

5. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir. [16]

6. Majlis Sastra/ Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era khulafaurrasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa dinasti umayyah pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.[17]

7. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran.[18] Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap bamaristan.[19]

Sedangkan pendidikan untuk umum merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, ia merupan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan agama. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitannya dengan peri kehidupan umat Islam sendiri. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan yang baik.[20]

Format pendidikan pada masa khlafaur rasyidin dan umayyah masih terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Sebagaimana pola pngajaran dengan sistem kuttab, tempat anak-anak belajar membaca dan menulis Al Qur’an serta ilmu agama lainnya. Sistem dengan pola ini bertempat di rumah guru, istana, dan masjid.[21]

Menurut hemat penulis bahwa pola pendidikan pada masa dinasti umayyah dapat dibagi menjadi dua yaitu pendidikan istana yang khusus dan terbatas untuk anak-anak khalifah dan keluarganya kemudian pendidikan untuk umum yang disediakan bagi masyarakat. Karena visi dan misi serta tujuan masing-masing pendidikan keduanya berbeda oleh karena itu sistem dan kurikulumnya berbeda pula.

Dari beberapa penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pola pendidikan Islam pada masa pemerintahan umayyah sudah terjadi perkembangan dibanding pada masa sebelumnya, Walaupun sistem yang dilaksanakan masih menggunakan cara yang lama. Hal ini disebabkan karena luas wilayah kekuasaan dinasti umayayh sudah begitu luas mencapai tiga benua.

F. Penutup

Dinasti umayyah merupakan sebuah periode yang sangat menentukan dalam peradaban Islam karena selama kurang lebih 91 tahun berkuasa sudah banyak kebijakan dan perubahan yang dilakukan oleh para khalifah sehingga kemajuan dan kemunduran dinasti umayyah menjadi pelajaran yang berharga bagi pemimpin-pemimpin Islam saat ini.

Sedangkan untuk pola pendidikan Islam memang masih sama dengan periode sebelumnya tetapi sudah ada reformasi yang dilakukan baik dari segi kurikulumnya maupun tata cara yang dilakukan oleh para pendidiknya. Hal yang penting kita tanggap dari uraian di atas adalah bahwa pendidik harus memperhatikan pserta didiknya dengan baik begitu juga orang tua harus punya perhatian yang besar terhadap masa depan anaknya sehingga pendidikan yang diselenggarakan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.



[1] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1982), h. 35

[2] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, , 2004), Cet-1 h. 34

[3] Maidir Harun, Firdaus, Sejarah Peradaban Islam, (Padang: IAIN-IB Press, 2001), Cet-1, h. 81

[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet-13,h. 42

[5] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, diterjemhkan oleh H. A. Bahauddin judul asli Tarikh al Islam as Siyasi wa as Tsaqafi wa al Ijtima (Jakarta: Kalam Mulia, Cet-1, 2001) h. 1

[6] Maidir, op. cit h. 82-99

[7] Badri Yatim, Op.cit., h. 48-49

[8] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 41-42

[9] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 33

[10] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974), h. 240

[11] Sukarno, Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983) Cet-2, h.. 73

[12] Ahmad Syalabi op. cit h. 50-51

[13] Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran dan Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), h. 7

[14] Suwito dan Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 104

[15] Samsul Nizar (ed), Sejarah Pendidikan Islam: Menelusurti Jejak Era Rasullah Sampai Indonesia , (Jakarta: Kencana, 2007), cet-1, h. 62

[16] Ibid.,

[17] Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet ke-7, h. 96

[18] Mahmud Yunus, Op.cit., h. 95

[19] Musyrifah Sunanto, Op.cit., h. 39

[20] Sukarno , Ahmad Supardi. Op. cit, h. 74

[21]Samsul Nizar (ed), op.cit., h. 61

Komentar :

ada 0 komentar ke “POLA PENDIDIKAN ISLAM PERIODE DINASTI UMAYYAH”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra