30 April 2008

Menuju Pusat Keuangan Syariah Internasional

Yulizar D Sanrego
Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) STEI Tazkia

Islam Intelektual-Sangat menarik untuk mencermati kemungkinan Indonesia menjadi hub/atau pusat keuangan syariah Asia Tenggara pada 2012 sebagaimana diberitakan harian ini pada edisi 18 April 2008 lalu. Apresiasi ini muncul karena baru ada pengesahan UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi landasan penerbitan sukuk negara.

Banyak potensi dana yang bisa didapatkan negara dalam rangka membiayai proyek-proyek negara demi kemaslahatan masyarakat secara keseluruhan. Pengakuan dalam bentuk UU tersebut memberikan jaminan kepastian bahwa Pemerintah Indonesia bisa mengeluarkan instrumen pembiayaan tersebut.

Jika potensi proyek-proyek infrastruktur ditambah dengan potensi berkembangnya sukuk korporasi yang bernilai ratusan miliar dolar AS dipenuhi melalui pembiayaan syariah, tidak mustahil Indonesia akan menjadi pemain penting di keuangan syariah internasional. Potensi menjadi pusat keuangan syariah internasional terbuka lebar. Indikasinya bisa dicermati dari sukuk global Malaysia yang bernilai 600 juta dolar AS, sementara sukuk global Indonesia diproyeksikan mencapai satu miliar dolar AS (Abushamma, 2008).

Pro-kontra instrumen sukuk
Yang harus dipahami secara bijak oleh berbagai pihak dari fungsi sukuk ini adalah pemerintah maupun sektor swasta akan mendapatkan asupan dana yang tidak sedikit bagi pengembangan proyek infrastruktur maupun bisnis korporasi. Pada pemahaman ini instrumen sukuk betul-betul menjadi salah satu instrumen penjaringan dana investasi yang berbasis syariah bagi pemerintah maupun sektor swasta.

Melalui penerbitan instrumen ini, pemerintah bisa membangun berbagai proyek infrastruktur untuk kepentingan masyarakat. Seperti yang terungkap dalam Indonesian Infrastructure Fund (IIF) bahwa pembangunan sektor publik dan infrastruktur sampai 2010 mendatang membutuhkan dana lebih dari 80 miliar dolar AS, termasuk untuk pembangunan sektor publik di perdesaan, perkotaan, maupun proyek-proyek besar. Proyek itu bisa berupa jalan tol, sektor telekomunikasi, migas, dan energi listrik.

Alokasi dana tersebut tidak termasuk dana rehabilitasi Provinsi Aceh dan Sumut pascabencana gempa dan tsunami. Proyek sektor publik dan infrastruktur yang dibangun ditargetkan dapat menjadi pemicu berkembangnya sektor lain dan menjadi sarana dan prasarana bagi percepatan investasi di Indonesia.

Selain potensi dana investasi bagi pemerintah, penerbitan sukuk juga akan mendorong perkembangan sukuk korporasi. Hal ini senada dengan yang telah disampaikan oleh Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ari bahwa penerbitan sukuk bisa digunakan untuk korporasi pengembang properti. Bahkan, jauh sebelum UU SBSN ditetapkan, Indosat sudah mengeluarkan sukuk korporasinya pada 2002 dan akan menerbitkan kembali untuk kali ketiga pada bulan April ini senilai Rp 500 miliar.

Yang lebih menarik lagi, instrumen sukuk ini tidak hanya mampu menarik investor Muslim, tapi juga investor-investor non-Muslim. Di Jerman perusahaan Saxonat mengeluarkan instrumen ini dengan nilai 100 juta euro. Inggris yang ingin menjadikan London sebagai pusat keuangan syariah internasional juga berencana mengeluarkan sukuk pertamanya.

Usaha yang sama juga ingin dilakukan oleh Pemerintah Jepang melalui berbagai kajian tentang hal tersebut yang diinisiasi langsung oleh Kementerian Keuangan dengan membentuk Study Group for Islamic Finance. Di sini jelas sekali bahwa instrumen sukuk telah menjadi fenomena global (borderless) yang bersifat lintas agama, lintas budaya, dan lintas bangsa.

Di satu sisi, hal tersebut membanggakan dan menunjukkan universalitas dan komprehensivitas ajaran Islam (rahmatan lil’alamin). Namun, di sisi lain, hal tersebut menuntut kerja keras dan kesigapan negara-negara Muslim yang ada, termasuk Indonesia untuk mengambil setiap peluang yang ada. Jika tidak, peluang tersebut akan dimanfaatkan oleh negara-negara Barat yang notabene memang sudah sangat maju.

Potensi dan tantangan
Adanya pengesahan UU SBSN merupakan anugerah bagi masyarakat Indonesia maupun bagi dunia internasional. Paling tidak ada dua isu strategis yang berkaitan dengan potensi permintaan instrumen sukuk negara, permintaan sukuk pasar dalam negeri dan permintaan sukuk pasar internasional.

Potensi permintaan pasar domestik bisa dicermati dari jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim terbesar di dunia. Kedua, jumlah emiten atau issuersyang melakukan penawaran efek syariah masih relatif sedikit. Ketiga, pangsa pasar sukuk di Indonesia masih sangat kecil, yaitu 2,5 persen (atau senilai 3,17 triliun rupiah) dibandingkan produk konvensional dari keseluruhan penerbitan obligasi.

Kondisi tersebut juga ditambah dengan nilai aktiva bersih (NAB) mutual fund (reksadana) syariah pun masih sangat kecil, berkisar pada angka Rp 1,2 triliun atau 1,7 persen dari total NAB seluruh reksadana yang ada. Dari potensi permintaan instrumen sukuk pasar internasional bisa dicermati dengan pesatnya pertumbuhan aset pasar keuangan syariah (kurang lebih 15 persen per tahun). Kedua, pengembalian dana-dana Timur Tengah pascakejadian 9/11. Ketiga, masih terbatasnya jenis dan jumlah instrumen keuangan syariah baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Keempat, terus meningkatnya peringkat kredit Indonesia.

Selain dari isu potensi pasar domestik dan potensi pasar internasional maupun dukungan regulasi berupa pengesahan UU SBSN, ada beberapa isu penting lain yang harus segera di lakukan oleh pemerintah dalam rangka menciptakan pusat keuangan syariah dunia. Pertama, selain adanya jaminan hukum berupa undang-undang, juga perlu disusun secara lebih sistematis kerangka hukum (regulatory framework) guna memfasilitasi pengembangan pasar modal syariah.

Tentunya dengan dukungan regulasi dan kebijakan yang tepat dan terencana akan menjamin efektivitas penerapan good corporate governance sekaligus peningkatan daya saing, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Bernard S Black (2001) dalam risetnya terhadap bursa Korea Selatan. Kedua, pemerintah juga selazimnya membangun pola kelembagaan guna mempercepat pengembangan pasar modal syariah ,institutional building, termasuk mengintegrasikan bursa-bursa syariah di seluruh dunia. Ketiga, pemerintah juga harus inovatif dalam mengembangkan produk-produk pasar modal yang berbasis syariah (//syariah compliance//), termasuk pengembangan sumber daya yang memiliki peran sentral .

Peran pemerintah dalam menciptakan lingkungan investasi yang kondusif perlu sehingga bisa menghilangkan atau paling tidak mengurangi kecenderungan terjadinya yhigh cost econom dalam rangka menarik para investor luar negeri, termasuk investor Timur Tengah yang saat ini tengah menghadapi kelebihan likuiditas. Penulis berharap akan terjadi aliran dana investasi melalui instrumen sukuk yang kemudian dapat digunakan untuk membiayai pembangunan di sektor riil dan menjadikan Indonesia pusat keuangan syariah internasional.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Menuju Pusat Keuangan Syariah Internasional”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra