22 April 2008

ILMU AL-QUR’AN

A. PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi umat, baik menyangkut kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam al-Qur’an terdapat petunjuk yang berupa perintah dan larangan, khabar gembira dan hukuman. Oleh karena itu, seluruh aktivitas manusia hendaknya berlandaskan pada al-Qur’an agar tercapai cita-cita bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Al-Qur’an adalah sumber hidayah bagi manusia. Ia menjadi pusat kebahagiaan abadi manusia. Ia merupakan sumber hukum bagi umat. Darinya, umat mencari bimbingan dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat. Di atas hidayahnya mereka berjalan. Dengannya mereka selamat dari berbagai kerusakan dan mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus.

Sebagai sumber ajaran pokok dalam Islam, al-Qur’an dalam menginformasikan sesuatu masalah sangat unik, tidak tersusun secara sistematis seperti buku-buku ilmiah yang dikarang dan ditulis oleh manusia. Al-Quran jarang sekali menginformasikan suatu masalah secara rinci, kecuali menyangkut masalah akidah, pidana, dan beberapa tentang hukum kelaurga. Umumnya, al-Qur’an menginformasikan suatu persoalan secara global, parsial, dan hanya prinsip-prinsip dasar dan garis besar. Oleh karena itu, dibutuhkan ilmu-ilmu yang membahas tentang keberadaan al-Qur’an dan pemahaman kandungnya.

Dalam makalah ini sekilas akan diuraikan tentang pengertian, ruang lingkup, sejarah perkembangan, urgensi dan peranan ilmu al-Quran dalam memahami/menafsirkan al-Qur’an. Pembatasan pembahasan dalam makalah ini bertujuan agar lebih fokus dan sistematis dalam mengkaji ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an.

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU AL-QUR’AN

1. Pengertian Ulumul Qur’an

Ditinjau dari segi bahasa, istilah Ulumul Qur’an merupakan gabungan dari dua kata bahasa Arab yaitu ulum dan al-Qur’an. Kata ulum bentuk jama’ dari kata ‘ilm yang merupakan bentuk mashdar dari kata ‘alima, ya’lamu yang artinya mengetahui.[1] Kata ‘alima disinonimkan dengan kata ‘arafa artinya mengetahui, mengenal.[2] Oleh karena itu, kata ‘ilm semakna dengan ma’rifah yang berarti pengetahuan. Sedangkan ‘ulum berarti sejumlah pengetahuan.

Kata al-Qur’an dalam bahasa Arab berasal dari kata qara’a, yaqra’u yang berarti membaca.[3] Bentuk mashdar nya qur’an berarti bacaan. Pendapat Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah dalam bukunya al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim sebagaimana yang dikutip oleh Said Agil Husin Al Munawar [4]sebagai berikut :

Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata kerja qara’a, berarti bacaan. Kata ini selanjutnya, berarti kitab suci yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw, pendapatnya ini berdasarkan firman Allah Swt QS. al-Qiyamah 75:18 yang berbunyi

فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu

Sedangkan al-Qur’an menurut istilah adalah firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang memiliki kemukjizatan lafal, membacanya bernilai ibadah, diriwayatkan secara mutawatir, yang tertulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah al-Nas.

Dari penjelasan pengertian ulum dan al-Qur’an berdasarkan asal katanya, maka ulum yang disandarkan kepada al-Qur’an mengandung pengertian bahwa Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an.

Secara istilah, para ulama telah merumuskan definisi tentang Ulumul Qur’an. Menurut Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani adalah :

Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, urutan-urutaannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya. [5]

Sedangkan Manna’ al-Qathan mendefinisikan Ulumul Qur’an sebagai berikut :

Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat makiyyah dan Madaniyyah, nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, dan hal-hal lain yang terkait dengan al-Qur’an.[6]

Melihat dua pendapat tentang pengertian Ulumul Qur’an di atas, dapat difahami bahwa pada dasarnya sama saja. Keduanya menginformasikan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an. Masing-masing mengungkapkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap pokok, tetapi masih dalam konteks ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab.

Menurut Ramli Abdul Wahid, dari dua pendapat di atas terdapat perbedaan pada tiga hal, yaitu : Pertama, pada aspek pembahasannya. Definisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasan dan yang kedua hanya lima daripadanya. Kedua, definisi pertama lebih luas cakupannya dari yang kedua. Alasannya adalah definisi pertama diawali dengan kata mabahits yang merupakan bentuk jamak yang tidak berhingga dan menyebutkan secara eksplisit penolakan hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an. Sedangkan definisi yang kedua tidak demikian. Ketiga, perbedaan pada aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara keduanya. Misalnya, pada definisi pertama disebutkan penulisan al-Qur’an, qiraat, penafsiran dan kemukjizatannya. Sementara pada yang kedua tidak disebutkan yang demikian itu.[7]

Pendapat al-Zarqani dan Manna’al-Qathan yang dikemukakan di atas, pada dasarnya tidak memiliki perbedaan yang berarti. Keduanya justru sepakat dalam dua hal penting, yaitu: Pertama, bahwa Ulumul Qur’an adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang membahas tentang al-Qur’an. Kedua, masing-masing membuka peluang kemungkinan masuknya aspek lain ke dalam pembahasan Ulumul Qur’an dalam pengertian bahwa keduanya tidak memberikan batasan yang pasti tentang jumlah ilmu-ilmu yang masuk dalam katagori Ulumul Qur’an.[8]

Berdasarkan uraian di atas, dapat dimengerti bahwa Ulumul Qur’an merupakan kumpulan sejumlah pengetahuan yang mempunyai hubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi keberadaannya maupun segi pemahaman kandungannya. Dengan kata lain, pembahasan dalam mengkaji kandungan al-Qur’an membutuhkan berbagai disiplin ilmu baik yang berkaitan dengan ilmu-ilmu naqliyah maupun ilmu-ilmu aqliyah.

2. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Al-Qur’an

Dalam menentukan ruang lingkup kajian ulumul Qur’an terdapat perbedaan pendapat para pakar di bidang al-Qur’an. Hal ini disebabkan luasnya ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Quran, sebagaimana telah dijelaskan pada definisi ulumul Qur’an di atas.

Jalal al-Din al-Sayutiy menyebutkan ada 80 macam ilmu al-Qur’an, bahkan jumlah tersebut masih dapat dibagi hingga mencapai 300 macam atau lebih.[9]

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy mengemukakan beberapa cabang Ulumul Qur’an yang pokok, yaitu :

a. Ilm Mawatin al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan tempat-tempat turunnya ayat.

b. Ilm Tawarikh al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan dan menjelaskan tentang masa turun ayat dan tertib turunnya.

c. Ilm Asbab al-Nuzul, yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang melatarbelakangi turun ayat.

d. Ilm al-Qiraah, yaitu ilmu yang menerangkan tentang macam-macam bacaan al-Qur’an.

e. Ilm Tajwid, yaitu ilmu yang menerangkan tata cara membaca al-Qur’an, tempat memulai dan pemberhentuannya, dan lain-lain.

f. Ilm Garib al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang makna kata-kata (lafal) yang ganjil, yang tidak lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari.

g. Ilm I’rab al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang kedudukan suatu lafal dalam kalimat dan harakatnya.

h. Ilm Wujuh wa al-Naza’ir, yaitu ilmu yang menjelaskan tentang lafal-lafal dalam al-Qur’an yang mempunyai banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada suatu tempat.

i. Ilm Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih, yaitu ilmu yang membahas tentang ayat-ayat yang dipandang muhkam dan mutasysbih.

j. Ilm Nasikh wa Mansukh, yaitu ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat yang dianggap mansukh

k. Ilm Badai’ al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang keindahan susunan ayat-ayat al-Qur’an, kesusteraannya, dan balaghahnya.

l. Ilm I’jaz al-Qur’an, yaitu ilmu yang khusus membahas tentang kemukjizatan al-Qur’an.

m. Ilm Tanasub Ayat al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang kesesuaian suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

n. Ilm Aqsam al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas arti dan tujuan sumpah Allah dalam al-Qur’an.

o. Ilm Amsal al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang perumpamaan yang terdapat dalam al-Qur’an.

p. Ilm Jidal al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk perdebatan yang dikemukakan dalam al-Qur’an bagi kaum musyrikin dan lain-lain.

q. Ilm Adab Tilawah al-Qur’an, yaitu ilmu yang membahas segala aturan yang dipakai dalam membaca al-Qur’an.[10]

Dari penjelasan Ash-Shiddieqy di atas, pembahasan yang dikemukakan masih seputar ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pendapat ini sejalan dengan al-Zarqani yang tidak setuju memasukkan ilmu-ilmu lain seperti astronomi, kosmologi, ekonomi, kedokteran ke dalam pembahasan Ulumul Qur’an. Dia mengakui bahwa al-Qur’an menganjurkan agar kaum muslimin mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu tersebut, terutama ketika diperlukan. Tetapi, ilmu yang dianjurkan al-Qur’an untuk mempelajarinya berbeda dengan ilmu yang masalahnya atau hukumnya ditunjukkan oleh al-Qur’an dan ilmu yang mengabdi kepada al-Qur’an.[11]

Mencermati kondisi saat ini, kenyataan menunjukkan banyaknya muncul kajian-kajian sosiologi, politik, ekonomi, kosmologi, astronomi, kesehatan, dan ilmu yang lainnya melalui tinjauan al-Qur’an. Bahkan, al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia tidak saja untuk kehidupan akhirat tetapi juga kehidupan dunia membutuhkan penafsiran yang kompresenship atau menyeluruh dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an.

Dari penjelasan di atas, dapat difahami bahwa ruang lingkup ilmu al-Qur’an sangat luas. Namun yang menjadi pokok pembahasan Ulumul Qur’an adalah ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Zarqani dan Ash-Shiddieqy. Tetapi kenyataan yang terjadi pada saat ini membutuhkan disiplin ilmu tertentu untuk memahami kandungan al-Qur’an sebagai petunjuk. Terutama penafsiran yang terkait dengan ayat-ayat kauniyah.

C. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU AL-QUR’AN

Munculnya istilah Ulumul Qur’an dengan arti yang lengkap, setelah adanya kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an yang disusun oleh Ali ibn Ibrahim ibn Said setebal tiga puluh jilid. Kemudian kitab yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an dengan judul Ulumul Qur’an, adalah karangan Ibnul Marzuban pada abad ke-3 H.[12]

Di masa Rasulullah Saw dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasulullah Saw. Apabila mereka menemukan kesulitandalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka langsung menanyakan kepada Rasulullah Saw.[13]

Berdasarkan pendapat di atas, jelas sekali bahwa istilah Ulumul Qur’an muncul setelah periode Rasulullah Saw dan sahabatnya.Ulumul Qur’an menjadi disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk memahami al-Qur’an dari aspek keberadaannya dan pemahaman kandungannya.

Agar pembahasan sejarah perkembangan ilmu al-Qur’an dalam makalah ini tersusun dengan sistematis. Maka, akan dijelaskan berdasarkan periode dan ilmu yang dikembangkan beserta tokoh-tokohnya.

Pendapat T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy[14] dalam bukunya Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Ilmu-ilmu pokok dalam Menafsirkan al-Qur’an adalah sebagai berikut :

1. Periode Rasulullah Saw dan Sahabatnya

Pada periode Rasulullah Saw, Abu Bakar ra. Dan Umar ra. Ilmu-ilmu al-Qur’an disampaikan dengan jalan talqin dan musyafahah, artinya dari mulut ke mulut.

Masa pemerintahan Usman ra. Bangsa Arab mulai bergaul dengan bangsa lainnya yang tidak berbahasa Arab sehingga dikhawatirkan terjadi perpecahan dalam kaum muslimin tentang bacaan al-Qur’an. Maka, Usman ra. menyuruh para sahabat dan para umat Islam supaya berpegang kepada Mushaf Al-Imam yang sudah disalin dari tulisan-tulisan aslinya. Kebijakan Usman tersebut merupakan awal berkembangannya ilmu Rasmil Qur’an.

Ali ra. menyuruh Abul Aswad ad-Dualy membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa Arab. Maka dapat ditetapkan bahwa Ali ra. peletak batu pertama bagi ilmu I’rabul Qur’an.

Setelah berakhirnya zaman khulafaur rasyidin, kegiatan para sahabat dan tabi’in dalam penyebaran ilmu-ilmu al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan. Dengan demikian, pada periode ini orang-orang yang berjasa dalam usaha periwayatan adalah khulafaur rasyidin, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaib Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn Zubair. Kemudian Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam mereka dari kalangan tabi’in. Dari Aslam dilanjutkan oleh Abd Rahman, Malik Ibn Anas sebagai tabi’ al-tabi’in. Nama-nama di atas dianggap sebagai peletak dasar-dasar dalam ilmu tafsir, ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, gharib al-Qur’an dan lainnya.

2. Periode Abad Ke-2 Hijriyah

Pada periode ini, masa pembukuan sudah dilakukan oleh para ulama. Mereka masih memprioritaskan pada ilmu tafsir dengan alasan ilmu ini berfungsi sebagai umm al-‘ulum al-Qur’aniyah (induk ilmu-ilmu al-Qur’an). Mereka adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyainah, Waki’ Ibn Jarrah.

Mengenai penafsiran al-Qur’an pada periode ini ada yang menafsirkan seluruhnya, ada yang suatu juz dari al-Qur’an, ada yang satu surat saja, bahkan juga ada yang menafsirkan suatu ayat atau ayat-ayat tertentu.

3. Periode Abad Ke-3 Hijriyah

Pada abad ke-3 H muncul tokoh terkenal yang bernama Ibn Jarir al-Thabari. Tafsirnya mempunyai nilai yang tinggi dari kitab tafsir lainnya karena meliputi riwayat yang shahih, uraiaannya baik, dia mengemukakan I’rab dan istinbath, serta pendapat para ulama yang berharga.

Tokoh-tokoh yang menyusun ilmu-ilmu al-Qur’an pada periode ini adalah Ali Ibn al-Madini mengarang tentang asbab al-nuzul; Abu Ubaid al-Qasim Ibn Salam mengarang tentang nasikh dan mansukh, qiraat, dan ilmu fadha-ilu al-Qur’an; Muhammad Ibn Ayub al-Dharis mengarang tentang ma nuzila bil makkata wa nuzila bil madinati; Muhammad Ibn Khalaf Ibn Marzuban mengarang kitab al-hawi fi Ulum al-Qur’an.

4. Periode Abad Ke-4 Hijriyah

Di antara tokoh Ulumul Qur’an pada periode ini adalah Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari mengarang kitab ‘Ajaib ‘Ulum al-Qur’an; Abu al-Hasan al-Asy’ari mengarang kitab Al-Mukhtazan fi Ulum al-Qur’an; Abu Bakar al-Sijistani mengarang kitab Gharib al-Qur’an; Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad Ibn Ali al-Karkhi mengarang kitab Nukat al-Qur’an al-Dallah ‘ala al-Bayan fi Anwa’ al-Ulum wa al-Ahkam al-Munbiah ‘an Ikhtilaf al-Anam; Muhammad Ibn Ali al-Adfawi mengarang kitab Al-Istighna’ fi Ulum al-Qur’an.

5. Periode Abad Ke-5 Hijriyah

Pada periode ini ada tiga tokoh yang menyusun kitab tentang ilmu-ilmu al-Qur’an yaitu Ali Ibn Ibrahim Ibn Said al-Hufi dengan ktabnya Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an dan I’rab al-Qur’an; Abu Amr al-Dani dengan kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sabi’ dan Al-Muhkam fi al-Nuqath; Al-Mawardi dengan kitabnya Amtsal al-Qur’an.

6. Periode Abad Ke-6 dan Ke-7 Hijriyah

Pada abad ke-6, tokoh yang muncul adalah Abu al-Qasim Abd al-Rahman al-Suhaili mengarang kitab Muhammat al-Qur’an atau al-Ta’rif wa I’lam bima Ubima fi al-Qur’an mina al-Isma’ wa A’lam dan Ibn al-Jauzi mengarang kitab Funun al-Afnan fi Ajaib al-Qur’an dan kitab Mujtaba fi Ulum tata’alaq bi al-Qur’an.

Sedangkan pada abad ke-7 tokohnya adalah ‘Alam al-Din al-Sakhawi mengarang kitab Hidayah al-Murtab fi al-Mutasyabih; Ibn Abd Salam mengarang kitab Majaz al-Qur’an; Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al-Maqdisi mengarang kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’alaq bi al-Qur’an al-Aziz.

7. Periode Abad Ke-8 dan Ke-9 Hijriyah

Tokoh yang muncul pada abad ke-8 adalah Badruddin al-Zarkasyi menyusun kitab Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Kemudian pada abad ke-9 para tokohnya adalah Muhammad Ibn Sulaiman mengarang kitab Al-Tafsir fi Qawaid al-Tafsir; Jalaluddin al-Bulqini mengarang kitab Mawaqi’ Ulum min Mawaqi’ al-Nujum; Al-Sayuthi mengarang kitab Al Tahbir fi Ulum al-Tafsir.

8. Periode Abad Ke14 Hijriyah

Pada periode ini telah banyak ulama yang menulis kitab seputar al-Qur’an, sejarahnya dan ilmu-ilmunya. Di antara tokoh-tokoh Ulumul Qur’an pada abad ke-14 adalah Syeikh Thahir al-Jazairi kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh al-Mabahits al-Muta’aliqah bi al-Qur’an; Muhammad Jamaluddin al-Qasimi kitabnya Mahasin al-Takwil; Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an; Muhammad Ali Salamah kitabnya Manhaj al-Furqan fi Ulum al-Qur’an; Syiekh Tanthawi Jauhari kitabnya Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim; Musthafa Shadiq al-Rifa’I kitabnya I’jaz al-Qur’an; Sayyid Qutub kitabnya Al-Thashwir al-fanni fi al-Qur’an dan Fi Zilal al-Qur’an; Malik Ibn Nabi kitabnya Al-Zawahir al-Qur’aniyah; Muhammad Rasyid Ridha kitabnya Tafsir al-Qur’an al-Karim (Tafsir al-Manar); Syiekh Abd al-Aziz al-Khuli kitabnya al-Qur’an al-Karim: Washfuh, Atsaruh, Hidayatuh, wai’jazuh; Muhammad al-Ghazali kitabnya Nazarat fi al-Qur’an; dan Muhammad Abdullah Daraz kitabnya Al-nabau al-Azim .

Proses perkembangan Ulumul Qur’an dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pertama fase periwayatan, mulai zaman Rasulullah Saw hingga awal abad ke-2 H. kedua fase lahirnya cabang-cabang Ulumul Qur’an dan kodifikasinya, mulai abad ke-2 H hingga abad ke-5 H. ketiga fase kodifikasi Ulumul Qur’an sebagai suatu ilmu yang mencakup berbagai ilmu al-Qur’an, sejak abad ke-5 H sampai saat ini.[15]

Selanjutnya masih banyak buku-buku tentang Ulumul Quran yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Indonesia. Seperti kitab Mabahits fi Ulum al-Qur’an yang ditulis oleh Shubhi al-Shalih dan Ulum al-Qur’an al-Karim karya Abd al-Mun’im al-Namir keduanya berbahasa Arab. Sedangkan yang berbahasa Indonesia, seperti Ilmu-Ilmu al-Qur’an karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Tafsir karya Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, dan Membumikan al-Qur’an karya ahli tafsir Indonesia masa kini M. Quraish Shihab yang banyak berbicara tentang ilmu al-Qur’an[16]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat difahami bahwa sejarah tumbuh dan berkembangnya Ulumul Qur’an seiring dengan kebutuhan umat terhadap petunjuk untuk mempelajari dan memahami al-Qur’an baik segi keberadaannya maupun segi pemahaman kandungnya. Selain itu perkembangannya membutuhkan waktu yang panjang. Barangkali ini merupakan suatu bukti bahwa al-Qur’an senantiasa sesuai dengan zaman dan kehidupan manusia di bumi ini.

D. URGENSI DAN PERANAN ILMU AL-QUR’AN DALAM MEMAHAMI/MENAFSIRKAN AL-QUR’AN

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa ilmu-ilmu al-Qur’an itu sangat luas dan banyak cabang-cabangnya. Semuanya adalah untuk kepentingan dan kebutuhan seseorang yang akan mengkaji dan memahami al-Qur’an secara mendalam agar tidak salah dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang terdapat dalam al-Qur’an.

Ilmu-ilmu yang pokok dalam Ulumul Qur’an harus dimahirkan oleh orang yang hendak menafsirkan al-Qur’an atau menerjemahkannya, begitu juga dengan ilmu bahasa Arab, ilmu kalam dan ilmu ushul.[17]

Untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sangat diperlukan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan al-Qur’an sehingga penafsiran ayat al-Qur’an tidak akan terdapat kesalahan dalam mengambil kandung-kandungan al-Qur’an. Pengetahuan tentang asbabun nuzul amatlah penting bagi seseorang yang hendak mendalami pengerti ayat-ayat al-Qur’an. Apabila telah diketahui sejarah sebab turunnya ayat maka akan mudah untuk mengetahui dan memikirkan apa yang terjadi di balik ayat tersebut.[18]

Seyogyanya mufasir memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang ilmu-ilmu dasar yang berkaitan langsung dengan al-Qur’an dan menguasainya dengan baik, seperti ilmu qiraat, asbab al-nuzul, makiyah dan madaniyah, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khash, nasikh dan mansukh dan lain-lain. Semua itu dapat membantunya memahami makna-makna al-Qur’an dan menjaganya dari kesalahan.[19]

Banyaknya cabang-cabang dalam Ulumul Qur’an menunjukkan betapa pentingnya kedudukan ilmu tersebut dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan al-Qur’an. Dengan ilmu-ilmu al-Qur’an seseorang dapat menunjukkan dan mempertahankan kesucian dan kebenaran al-Qur’an. Gambaran betapa pentingnya Ulumul Qur’an, ulama memberikan perumpamaan. Seperti yang dikemukakan oleh Al-Zarqani sebagai anak kunci bagi para mufasir. Ali al-Sabuni mengibaratkan Ulumul Qur’an sebagai premis minor dari dua premis tafsir. Menurut Manna’ Al-Qathan kadang-kadang disebut Ushul al-Tafsir karena ilmu ini meliputi pembahasan yang harus diketahui oleh mufasir untuk menjadi landasan dalam menafsirkan al-Qur’an.[20]

Dari uraian di atas dapat difahami urgensi dan peranan ilmu al-Qur’an dalam memahami/menafsirkan al-Qur’an, bahwa mustahil seseorang dapat memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan al-Qur’an kalau tidak menguasai secara baik cabang-cabang ilmu dalam Ulumul Qur’an. Sering terjadi kekeliruan dan kesalahan para da’I atau mubaligh dalam mengambil makna kandungan ayat ketika menafsirkannya disebabkan belum sempurnanya pengetahuan dan pemahaman mereka tentang ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an. Wa Allahu a’lam bisawab

E. PENUTUP

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam makalah ini, yaitu Ulumul Qur’an adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur’an dari segi tempat, waktu, dan sebab turunnya, lafal dan uslub bahasanya, kesusteraannya, penulisannya, pengumpulannya, bacaannya, nasikh dan mansukhnya, dan hal-hal lain yang terkait dengan al-Qur’an. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an sangat luas, selain ilmu-ilmu naqliyah juga membutuhkan ilmu-ilmu aqliyah dalam memahami kandungan ayat al-Qur’an .

Sejarah dan perkembangan ilmu al-Qur’an tidak lahir sekaligus, melainkan melalui proses perkembangan setahap demi setahap sejalan dengan kebutuhan zaman ketika itu. Mulai dari fase periwayatan melalui lisan sampai kodifikasi menjadi suatu ilmu yang mencakup berbagai ilmu al-Qur’an.

Peranan ulumul Qur’an dalam memahami, menafsirkan, dan menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an sangat penting bagi seseorang mufasir. Ilmu al-Qur’an bagaikan kunci pembuka bagi mufasir. Artinya kuasai terlebih dahulu Ulumul Qur’an barulah menafsirkan ayat al-Qur’an.

Sebagai manusia biasa, tidak ada jaminan pemakalah selalu benar. Kiranya, tanggapan, saran, dan masukan dari peserta diskusi senantiasa diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga kritikan yang konstruktif dari kawan-kawan mendapatkan imbalan yang setimpal hendaknya. Amin



[1] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. Ke-8, h. 277

[2] Lihat : Mujid al-Din Muhammad bin Ya’kub al-farizi, Al-Qomus Al-Muhith, (Mesir: Mustafa al-Baby al-Halaby, 1952/1371 H), Juz IV, Cet. Ke-2, h.155

[3] Mahmud Yunus, op.cit., h. 335

[4] Said Agil Husin Al Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press, 2002) Cet. Ke-2, h. 4. Selanjutnya ditulis Said Agil

[5] Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), Jilid I, h. 27

[6] Manna’ al-Qathan, Mabahits fi Ulumu al-Qur’an, (Beirut: Syirkah al-Muttahidah li al-Tawzi’, 1973), h. 15-16

[7] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-4, h. 9. Selanjutnya ditulis Ramli

[8] Said Agil, op.,cit, h. 6

[9] Jalal al-Din al-Sayutiy, Al-Ithqan fi Ulum Al-Qur’an, (Beirut, Dar al-Fikr, t.th), Juz I, h. 7

[10] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra , 1997), Cet. Ke-1, h. 98-102. Selanjutnya ditulis Ash-Shiddieqy, Sejarah

[11] Ramli, op.,cit, h. 13

[12] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), cet.ke-1, h. 3. Selanjutnya ditulis Ash-Shiddieqy, Ilmu

[13] Ramli, op.,cit, h. 15

[14] Lihat Ash-Shiddieqy , Ilmu., h. 4-11

[15] Said Agil, op.,cit. h. 13

[16] Ramli, op.cit., h. 21

[17] Ash-Shidiqiey, Sejarah, op.,cit, h. 102

[18] Armen Mukhtar, ‘Ulumu Al- Qur’an, (Padang: IAIN IB Press, 2001), Cet. Ke-2, h. 110

[19] Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qur’an, Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. xxiv

[20] Ramli, op., cit, h. 27

Komentar :

ada 0 komentar ke “ILMU AL-QUR’AN”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra