08 April 2008

Kolom Agama dalam KTP tak Penting?

Oleh :

H Ibnu Djarir
Ketua MUI Provinsi Jawa Tengah.

Islam Intelektual-Jaya Suprana, bos jamu cap Djago dan pendiri MURI, pada 18 Maret lalu membuat pernyataan yang bisa menyinggung perasaan umat beragama. Dalam sambutannya pada acara Pekan Panutan Penyampaian SPT Tahunan PPH Tahun 2007 KPP Pratama Semarang, Jaya Suprana menyatakan bahwa pencantuman nomor pokok wajib pajak ( NPWP ) dalam kartu tanda penduduk ( KTP ) lebih penting daripada pencantuman status agama. Pencantuman agama dalam KTP tidak ada artinya.

Ide Jaya Suprana ini seandainya dilaksanakan mempunyai dampak negatif yang sangat luas, bahkan akan mendapat reaksi keras dari ormas-ormas keagamaan, khususnya ormas-ormas Islam. Kita tidak dapat menganggap enteng keberadaan umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini.

Dia seorang tokoh bisnis dan budaya yang namanya cukup dikenal oleh masyarakat luas karena sering tampil di publik dan media massa. Kata-katanya sering humoris, tetapi sering juga mengemukakan pendapat-pendapat yang kontroversial, seperti halnya tentang tidak perlunya kolom agama di KTP tersebut.

Bagi umat beragama yang mencintai agamanya dan meyakini bahwa agama adalah tuntunan dari Tuhan, mereka menganggap agama sebagai milik yang sangat berharga sebagai pedoman hidupnya. Bahkan, mereka merasa bangga pencantuman agamanya dalam KTP karena agama merupakan unsur penting dari identitas/jati diri seseorang.

Seorang yang religius dari agama apa pun, merasa bangga, percaya diri, dan tidak minder menyatakan agama yang dipeluknya dengan terang-terangan. Dalam sebuah seminar di Universitas Katolik Sugiyopranoto, Semarang, beberapa tahun yang lalu, misalnya, karena diselenggarakan dalam bulan Ramadhan, maka tidak ada orang yang makan, minum, dan merokok. Konsumsi baru dikeluarkan oleh panitia sesudah Maghrib sehingga semua peserta dapat makan minum bersama.

Salah seorang anggota panitia menyatakan, ‘’Kami orang Katolik menghormati saudara-saudara kami, Muslim yang menjalankan puasa.’’ Penulis yang waktu itu sebagai salah seorang narasumber merasa sangat berterima kasih dengan toleransi saudara-saudara kita dari Katolik tersebut. Mereka merasa bangga dengan agama Katoliknya.

Persamaan dan perbedaan
Di Indonesia ada enam agama yang diakui pemerintah, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Terdapat segi-segi persamaan dan perbedaannya. Persamaannya, antara lain sama-sama menyembah Tuhan, menjunjung tinggi moralitas, mendorong umatnya berbuat kebajikan, melawan kejahatan dan kemaksiatan.

Dalam konteks kenegaraan, para pemeluk agama sama-sama mendukung Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara. Di samping kesamaan, terdapat juga banyak perbedaan, baik dalam segi kepercayaan, kebaktian, hubungan sosial, maupun moral. Atau dalam terminolgi Islam terdapat perbedaan dalam segi keimanan, ibadah, muamalah, dan akhlak.

Adanya perbedaan itu tidak menjadi masalah, asalkan antarpemeluk agama memiliki kesadaran untuk saling menghormati dan menghargai. Dengan kata lain, para pemeluk agama mempunyai kesadaran agree in disagreement.

Kenyataan bangsa Indonesia yang multireligius berada dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika yang bersumber pada Pancasila. Sekadar menyebut beberapa contoh, dalam soal busana, terdapat perbedaan antara orang Islam dan non-Muslim, terutama menyangkut batasan aurat.

Dalam soal makanan dan minuman juga terdapat perbedaan, misalnya mengenai hewan-hewan yang boleh dimakan dan tidak. Penyelenggaraan peringatan hari besar agama juga berbeda. Misalnya dalam agama Hindu ada hari raya Nyepi, yang semua kegiatan yang menggunakan api harus dihentikan, sedangkan agama lain tidak mempunyai hari raya yang demikian.

Dalam cara-cara kebaktian, ibadat, atau penyembahan kepada Tuhan juga banyak perbedaannya. Ada yang menggunakan alat peraga, ada yang tidak. Belum lagi perbedaan konsep teologinya.

Dalam hubungan sosial, seperti pernikahan, khitanan, pemakaman, pewarisan, dan perdagangan juga terdapat perbedaan. Antara umat yang satu dengan yang lain harus saling menghormati.

Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut, maka status keagamaan penduduk Indonesia perlu diketahui dalam rangka menghormati hak-hak asasi manusia. Dengan perantaraan KTP itulah status keagamaan seseorang akan diketahui secara legal oleh publik dan instansi yang berwajib.

Pentingnya kolom agama
Beberapa contoh kasus di bawah ini menunjukkan pentingnya kolom agama dalam KTP bagi warga negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Tentu berbeda dengan negara Amerika Serikat yang sekuler. Di sana agama dianggap sebagai masalah pribadi dan sekunder.

Sebagai contoh, kasus pertama, pernah terjadi, seorang meninggal dunia karena tabrak lari. Hari mendekati sore, tetapi belum ada famili yang mengurusnya. Ketika pamong desa dan penduduk setempat akan menguburkan jenazah tersebut, mereka kebingungan mengenai upacara menguburkannya menurut agama apa? Tetapi, setelah dalam tasnya ditemukan KTP almarhum yang tercantum status agamanya, maka mereka lalu menguburkan menurut agama almarhum.

Kasus kedua, seorang suami meninggal dunia. Oleh istrinya diminta untuk menguburkannya menurut agama A. Tetapi, famili almarhum minta agar almarhum dikuburkan menurut agama B. Pada waktu hidupnya almarhum memang tidak jelas keagamannya, ke masjid atau ke gereja pun tidak pernah. Akhirnya, kepala desa memeriksa KTP-nya, dan menguburkannya menurut catatan agama dalam KTP tersebut.

Kasus ketiga, seorang pemuda mengaku beragama A karena ingin menikahi seorang gadis yang beragama A. Seorang pamong desa meminta sang pemuda untuk menunjukkan KTP agar dapat dipastikan apakah dia harus mencatatkan nikahnya di KUA Kecamatan atau di Catatan Sipil.

Seandainya dalam KTP tidak ada kolom agama, bisa-bisa mempermudah orang berganti-ganti agama demi mengejar keuntungan tertentu. Hal ini akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan beragama.

Masih banyak contoh kasus yang menunjukkan pentingnya kolom agama dalam KTP. NPWP hanya diharuskan dimiliki oleh penduduk yang mempunyai usaha bisnis. Jumlah mereka dalam persentase sangat kecil.

Agama adalah masalah yang sensitif. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat yang akan membahas masalah agama harus cukup arif dan mempertimbangkan dampak sosialnya.

Ikhtisar:
- Agama adalah tuntunan dari Tuhan sebagai milik yang sangat berharga sebagai pedoman hidup.
- Pencantuman tersebut sangat berguna meski pemiliknya sudah meninggal.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Kolom Agama dalam KTP tak Penting?”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra