Oleh: Riwayat
Muhammad Kosim LA mempertanyakan kenapa umat Islam terbelakang? (Haluan,2/06/2007), Kosim menyatakan bahwa salah satu penyebab umat Islam terbelakang diakibatkan umat Islam mengabaikan ayat-ayat Allah. Yaitu ayat qouliyah (Al-Quran) dan ayat qauniyah (fenomena alam semesta). Lebih lanjut Kosim menyayangkan umat Islam tidak memanfaatkan kedua ayat tersebut di atas, hal ini dapat dilihat dari kenyataan umat Islam saat ini yang tidak mampu mengembangkan salah satu di antara ayat-ayat qauliyah dan ayat qauniyah. Bahkan ayat qauniyah lebih banyak dikembangkan dan dimanfaatkan oleh bangsa Barat.
Pertanyaannya adalah kenapa umat Islam belum mampu mengembangkan, mengkaji ayat-ayat qouliyah dan qauniyah? Apa sebenarnya factor penghambat kemunduran sains dan intelektual Islam? padahal umat Islam mengklaim diri sebagai umat pilihan, umat terbaik, mempunyai sebuah kitab suci yang menjujung sainsdan teknologi, memotivasi manusia untuk menjadi seorang peneliti dan ilmuwan, tetapi klaim itu belum memberikan pengarauh signifikan bagi kemaslahatan umat Islam. Bahkan, dari segi intelektual umat Islam masih sangat jauh tertinggal di tingkat dunia. Indicator yang menjadi tolak ukur adalah jumlah artikel yang dipublikasikan di jurnal-jurnal internasional. Dari publikasi inilah nantinya dapat diketahui dan dijadikan penilaian kualitas sains suatu negara.
Irwan Jaswir Professor Bioteknologi Internasional Islamic University Malaysia mengutip dari data Science Citation Index dan Social Sciences Citation Index menyatakan bahwa jumlah publikasi ilmiah 47 Negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Koeferensi Islam (OKI) hanya 13 dari satu juta penduduk. Sedangkan rata-rata indek tingkat dunia adalah 137, lebih lanjut dalam penelitian tersebut dari 47 negara OKI tidak satupun yang mencapai angka 107. dan 28 negara yang terparah dan terendah produktivitas artikel ilmiah separuhnya adalah anggota OKI.
Lebih lanjut Jaswir mengatakan rendahnya publikasi ilmiah di tingkat dunia juga dipengaruhi oleh rendahnya dan sedikitnya jumlah peneliti di Negara-negara OKI. Data dari Bank Dunia pada tahun 1996-2003 tergambar bahwa jumlah peneliti di Negara-negara OKI adalah 500 orang persatu juta penduduk, kalau kita bandingkan dengan negara-negara yang telah maju di bidang sains seperti, Jepang, Swedia, dan Islandia, Negara-negara OKI sangat jauh tertinggal, menurut Bank Dunia Jepang, Swedia dan Islandia mempunyai 5000 peneliti setiap satu juta penduduk. Sedangkan Negara-negara OKI yang mempunyai peneliti terbanyak di miliki oleh Yordania dengan 1.927 peneliti per satu juta penduduk.
Menurut Yusuf Qaradhawi, ketidakmampuan dalam mengembangkan ayat qauliyah dan qauniyah juga dpengaruhi oleh pola piker literalis pergerakan-pergerakan keislaman, pola piker mereka masih belum terbuka dalam kebebasan berfikir/ijtihad, terutama dalam pengembangan yang bersifat sains dan teknologi. Umat Islam yang sudah mulai meninggalkan pola piker literalis adalah Turki dan Iran, pemeritahan di sana memberi kebebasan berfikir, sehingga kebebasan berfikir merata di kalangan masyarakatnya. Yang pada akhirnya sains dan teknologi mulai bangkit di Negara itu.
Bagaimana dengan Indonesia? Sebagai salah satu anggota OKI Indonesia juga mengalami nasib menyedihkan dibanding anggota OKI lainnya. Menurut data dari Science and Engineering Indicators tahun 2003 Indonesia hanya mempublikasikan artikel ilmiah di jurnal internasional sebanyak 178 per tahun, Malaysia 520 artikel ilmiah, Vietnam 206 artikel ilmiah, Filipina 179 artikel ilmiah, Thailand 1072 artikel ilmiah, Singapura 3122 artikel ilmiah, Korea Selatan 13.746 artikel ilmiah, Jepang 60.067 artikel ilmiah.
Apakah para intelektual dan saintis Indonesia tidak melakukan penelitian, apakah intelektual dan saintis Indonesia kurang kompetitif dan kurang berkualitas? Seharusnya data di atas memberi motivasi dan cambuk bagi umat Islam Indonesia untuk memperbaiki diri dan membuktikan bahwa bangsa ini juga mampu bersaing dengan Negara-negara lain di dunia. Apalagi umat Islam di Indonesia diakui sebagai pemeluk Islam yang moderat, sehingga sangat memungkinkan untuk mengembangkan pemikiran yang lebih bebas dan kreatif, peluang pemikiran yang bebas membuka kebuntuan pola piker dalam mengembangkan ayat-ayat qauliyah dan qauniyah, hal ini perlu dilakukan agar umat Islam bangkit dari kelemahan intelektual, tidak saatnya lagi bernostalgia dengan keberhasilan dan keunggulan intelektual Islam masa lalu, tetapi yang lebih pentig adalah bangkit dan berusaha menghidupkan kembali budaya meneliti yang pernah ditorehkan oleh saintis dan ilmuwan Islam masa lalu..
Sudah saatnya umat Islam kembali mengkaji ayat-qauliyah dan qauniyah, agar kejayaan masa lalu dapat diraih kembali, tetapi ada factor-faktor lain yang perlu segera dibenahi, di antaranya adalah memberi perhatian besar terhadap dunia pendidikan, karena dengan pendidikan umta Islam akan bangkit dari kebodohan dan keterpurukan. Perhatian terhadap pendidikan hendaknya mencakup kurikulum sarana dan parasarana, serta sumber daya manusianya. Dengan harapan nantinya dunia pendidikan mampu memberi pengajaran yang menyeluruh, baik pengkajian yang bersifat qauliyah maupun bersifat qauniyah, intinya ada keseimbangan antara pendidikan yang bersifat keislaman dengan pendidikan yang bersifat sains dan teknologi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ketertinggalan umat Islam dalam sains dan teknologi juga di akibatkan rendahnya penguasaan bahasa terutama bahasa Inggris, sebab sebagian besar literatur pengetahuan hampir delapan puluh persen berbahasa Inggris, kelemahan penguasaan bahasa menjadi penghambat kemajuan sains Islam, kenyataan ini tidak terbantahkan karena hampir di semua Negara Islam termasuk Indonesia bahasa Inggris masih belum banyak di kuasai, bahkan belum banyak dijadikan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, untuk itu agar umat Islam bangkit dalam bidang sains tentunya perlu menguasai bahasa Inggris dan kalau perlu bahasa Inggris menjadi bahasa pengantar dalam dunia pendidikan kita.
Kemiskinan menjadi factor penghambat kemajuan sains dan teknologi, kemiskinan yang mendera mengakibatkan umat Islam Indonesia bergelut dalam kubangan kemiskinan, para intelektual Islam masih berkutat dalam pemecahan kemiskinan, tidak dipungkiri kemiskinan masih menjadi problem yang mendasar bangsa ini, menurut data dari Tim Indonesia Bangkit pada bulan Februari 2005 orang miskin di Indonesia 16 persen, kemudian pada Juli 2005 menjadi 18,7 persen, dan pada Maret menjadi 22 persen. Jangankan memikirkan masalah penelitian sains dan teknologi untuk memikirkan isi perut saja susah, maka untuk kembali bangkit dari keterpurukan sains dan teknologi tentunya juga perlu membenahi terlebih dahulu masalah kemiskinan, sebab kemiskinan akan membawa seseorang kepada kemiskinan yang lebih komplek.
Keadaan di atas, berakibat kepada pengabaian ilmuwan Indonesia, pengabaian ini diakibatkan belum adanya tempat bagi para ilmuwan untuk mengembangkan kariernya sesuai dengan keilmuwan yang dimilikinya, sehingga pada akhirnya ilmu yang didapatkan dari luar negeri menjadi tidak tersalurkan dengan baik, bahkan terkadang mereka lebih suka bekerja sebagai birokrat di lembaga pemerintahan, menurut mereka bekerja di birokrasi lebih menjanjikan daripada harus melakukan penelitian.
Budaya baca yang rendah juga menjadi factor kemunduran sains dan teknologi umat Islam, padahal ayat pertama yang di turunkan oleh Allah adalah perintah untuk membaca,"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah .Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Qs. Al-Alaq: 1-5).
Dari ayat dapat dipahami bahwa untuk bangkit dari kebodohan dan keterpurukan di bidang keilmuan adakah dengan banyak membaca, membaca apa saja yang dapat dibaca, selain membaca kita juga disuruh oleh Allah untuk menuliskannya, artinya adalah mempublikasikan, ironisnya budaya baca yang diperintahkan oleh Allah banyak diabaikan, sehingga tidak heran kalau umat Islam lebih banyak menjadi umat penonton, umat yang hanya pandai berkomentar, tetapi tidak banyak mempunyai tradisi membaca, waktu lebih banyak untuk mernonton daripada untuk membaca, budaya baca yang sangat rendah berakibat kurangnya budaya riset, dan inilah cikal bakal kemunduran sains Islam, budaya baca yang rendah berakibat kepada kurangnya minat berfikir rumit, yang terjadi adalah sebaliknya, umat Islam lebih suka berfikir ringan, tidak suka bersulit-sulit, dalam menonton pun bangsa Indonesia lebih suka yang bersifat hiburan, tetapi masih sedikit yang menonton tayangan bersifat keilmuan dan teknologi.
Kebiasaan menonton menjadikan umat Islam Indonesia menjadi umat konsumen, umat yang terima bersih, terima beres tidak ingin susah kalau ada yang mudah, keadaan ini menjadikan umat Islam enggan untuk menemukan atau mengadakan penelitian sendiri, apalagi berfikir menjadi produsen, untuk itu perlu kesadaran umat Islam untuk membangkitkan budaya baca, sehingga lahir berbagai pemikiran, pikiran dan wawasan terbuka luas seluas alam ini. Berawal dari membacalah akan terbuka gerbang ilmu, pendidikan tanpa budaya membaca akan sia-sia, membaca tanpa penelitian akan kesulitan, sedangkan penelitian tanpa publikasi akan mati. Allahu A’lam.
02 Januari 2008
Kemunduran Sains dan Intelektual Umat Islam
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
Komentar :
Posting Komentar