05 Desember 2007

Menyikapi Pesan Spiritual ‘SBY’

Oleh: Riwayat

Menarik untuk didiskusikan pesan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Harian Singgalang (Selasa/22/05/2007),”Presiden Kampanyekan 3 Jangan”. Kalau kita perhatikan pesan SBY tersebut, tersirat pesan spiritual yang dalam dan menyejukkan, pesan tersebut adalah sebagai berikut: pertama, jangan menggunakan kebebasan tanpa batas dan tanpa akhlak. Kedua, jangan mengejar kesenangan duniawi semata. Ketiga, jangan mengembangkan budaya fitnah. Tiga pesan di atas merupakan pesan yang bernilai spiritual. Pesan tersebut kalau kita endapkan dalam hati dan pikiran akan memberikan sebuah sensasi spiritual yang menyejukkan, sebaliknya jika pesan tersebut kita anggap sebagai sesuatu basa-basi, maka pesan tersebut hanya menjadi sebuah bacaan biasa tanpa kesan dan makna spiritual.

Mungkin akan terjadi bermacam reaksi dalam menyikapi dan menerjemahkan pesan tersebut, hal ini sangat wajar karena pada dasarnya bangsa ini mempunyai banyak tingkatan kemampuan dalam spiritual. Kewajaran tersebut memberikan sebuah gambaran betapa bangsa ini masih rapuh dalam hal nilai-nilai spiritual. Kerapuhan spiritual tersebut dapat dirujuk sejak berawalnya reformasi. Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas Padang Bustanuddin Agus mengindikasikan kerapuhan tersebut dalam artikel berjudul,”Spiritual Yang Tandus”, Bustanuddin Agus mengatakan bangsa Indonesia sejak bergulirnya reformasi diibaratkan ikan. Pembusukan datang dari kepala, “jabatan yang seharusnya menjadi garda depan dalam menegakkan hokum, ternyata tak ubahnya bak pagar makan tanaman.”

Bustanuddin Agus menjelaskan sistem yang berlapis pun tidak mampu menghadang laju KKN, bahkan yang lebih ironis manusia yang menduduki jabatan tidak mempunyai kendali moral yang kuat untuk melawan derasnya rayuan nafsu. Padahal, moral dan agama adalah benteng terakhir dalam mencegah tindakan KKN, ketika seseorang berakhlak dan bermoral maka cara bekerjanya tidak asal lepas hutang, tetapi lebih mengutamakan nilai ihsan. Nilai ihsan inilah yang menjadi acuan dan nilai plus bagi orang yang mempunyai moral dan akhlak.

Permasalahannya adalah mengapa bangsa ini masih tidak berdaya mencegah perbuatan KKN, vandalisme, premanisme dan isme-isme lainya? Menurutnya, Hal tersebut terjadi karena dua kemungkinan pertama, ajaran moral, akhlak, dan agama tidak sampai kepada penanaman kesadaran pribadi dan watak individual. Pendidikan moral dan agama hanya mengisi otak peserta didik dengan pengetahuan moral dan agama, indikasi ini dapat dicermati dari indikator lulus tidak lulusnya siswa dalam pendidikan moral dan agama adalah diukur dari mampu tidaknya siswa menjawab pertanyaan ujian. Kedua, adalah kesadaran pribadi yang ditanamkan tidak cukup kuat untuk melawan keadaan lingkungan.

Kenyataan ini mungkin menjadi renungan SBY dalam menyikapi problem bangsa ini, bangsa yang telah kehilangan spiritual, kalaupun ada hanya “spiritual yang tandus”(meminjam istilah Bustanuddin Agus). Kehampaan spiritual kata Nurcholish Madjid. Bagaimana menyikapi hal tersebut, kalau merujuk pesan spiritual SBY di atas, tentunya bangsa ini jangan lagi menggunakan kebebasan tanpa batas dan tanpa akhlak.

Berbagai peristiwa pasca reformasi menunjukkan, orang tidak lagi takut memaki orang lain dengan alasan kebebasan, orang tidak takut lagi untuk bebas berbicara didepan umum yang terkadang penuh dengan kata-kata cacian dan makian, berdemonstrasi secara kasar, brutal,vandal,anarkis dan pagan. Seolah tidak ada lagi hukum, tidak ada lagi kebenaran kecuali yang datang dari dirinya sendiri. Dengan dalih kebebasan, seseorang membakar rumah, mobil dan berbagai fasilitas umum dengan alasan kebebasan dan reformasi.

Padahal, perbuatan tersebut kontraproduktif dengan jiwa reformasi, ajaran agama pun mengecam anarkisme, paganisme, brutalisme dan vandalisme. Kalau mereka diberi peringatan, mereka mengatakan,”Kami berbuat ini demi kebebasan dan demi rakyat dan bangsa ini. Kami adalah orang-orang reformis, orang-orang yang memperbaiki.” Begitulah jawaban mereka. Dalam Al-Quran orang seperti ini sebenarnya adalah orang yang berbuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadarinya.”Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.(QS. Al-Baqarah:11-12).

Barangkali pesan spiritual SBY di atas berkenaan dengan keadaan bangsa ini yang makin bebas tanpa batas, hanya karena uang seratus rupiah seseorang rela menghilangkan nyawa saudaranya, hanya tergores mobilnya seseorang rela baku hantam, hanya karena rebutan lahan parkir seseorang rela berkelahi, bahkan nyawa pun melayang. Terkadang seseorang rela mengadaikan harga diri demi jabatan, kedudukan, dan uang. Bahkan, tanpa rasa malu generasi muda bermaksiat ditempat wisata, padahal itu adalah tempat umum, tetapi mereka tidak peduli, kebebasan tanpa akhlak mengalahkan segalanya.

Islam menyindir seseorang yang tidak punya rasa malu,”Sesungguhnya yang pertama disampaikan kepada manusia berupa perkataan nabi-nabi terdahulu adalah jika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah sekehemdakmu,”(HR. Bukhori). Dalam hadis lain dikatakan ,” sesungguhnya tiap agama mempunyai akhlak, sedangkan akhlak Islam adalah malu,”(HR. Ibnu Majah). “malu adalah bagian dari Iman, sedangkan iman itu dalam surga. Perkataan keji itu sampah kotor, sedangkan kotor itu dalam neraka,”(HR. Bukhori).

Bangsa kita telah kehilangan nilai akhlak dan moral, indikasi tersebut dapat kita cermati dari maraknya kebebasan tanpa batas, pemaksaan kehendak yang anarkis, brutal, pagan, vandal dan mendobrak rasa kemanusiaan serta hak azasi seseorang. Apakah perilaku tersebut dinamakan kebebasan, apakah ini sebuah perbaikan, apakah perbuatan tersebut makna sebuah kebebasan?

Kegetiran jiwa SBY terhadap akhlak bangsa ini, tercermin dalam pesan spiritual tersebut, tentunya kegetiran ini menjadi kegetiran kita semua, bangsa dan masyarakat Indonesia umumnya. Sudah saatnya kita memperhatikan pendidikan akhlak dan moral generasi bangsa ini, jangan ada lagi kebebasan yang tanpa batas, kebebasan yang mengkebiri nilai agama dan moral. Terkadang hanya demi kesenangan sesaat kita melupakan nilai akhlak dan moral, terkadang demi dunia kita rela menjual iman.

Pesan spiritual SBY mengingatkan kita agar “jangan mengejar dunia semata” perlu kita renungi, kita endapkan dalam hati, sehingga dalam mengarungi hidup terjadi keseimbangan. Karena hidup bukan hanya di dunia ini saja, tetapi ada lagi kehidupan lain yang lebih baik, kekal dan menyenangkan, yaitu alam akherat, tidak heran jika Allah mengingatkan kita agar tidak melupakan kehidupan akherat,” Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.(QS. Al-Qashash). Intinya, dalam hidup hendaknya kita berbuat adil terhadap diri, adil dan seimbang antara kehidupan dunia dan akherat, terkadang demi kesenangan duniawi kita rela mengorbankan kehormatan, akherat, agama, iman kita, bahkan jiwa orang lain asalkan tujuan kita tercapai. akibat dari perbuatan di atas adalah menghalalkan segala cara asalkan tujuan tercapai, kalau cara halus tidak bisa, maka cara kasar akan kita lakukan, kalau perlu kita buat surat kaleng, kalau perlu kita buat opini yang memperburuk nama baik orang lain, menjelek-jelekkan orang lain, bahkan ada juga orang lain-yang karena mengejar hal-hal yang bersifat duniawi rela mengorbankan teman sendiri, menghancurkan nama baiknya, membunuh karakternya, sehingga di mata masyarakat orang yang kita bunuh karakternya menjadi hina dan kelam sejarah hidupnya.

Padahal, menyebarkan berita bohong tidak masuk surga,”Tidak akan masuk surga orang-yang memfitnah,”(HR. Abu Daud). Allah mengatakan bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan, fitnah membunuh seseorang secara perlahan. Mengingat bahaya fitnah begitu besar akibatnya, wajar kalau SBY mengingatkan bangsa ini untuk menghindari dan menghilangkan kebiasaan memfitnah. Meskipun yang kita bicarakan tentang kejelekan orang lain itu benar, maka hal itu adalah menggunjing, dan jika tidak benar, maka hal itu adalah fitnah.

Dalam ajaran Islam kita dilarang menggunjing dan mencele serta memberi gelar jelek kepada orang lain.” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS.Al-Hujarat:12).”Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”(QS. An-Nahl:105).

Imam Ali mengatakan:”jangan melihat orang yang mengatakan tetapi lihat dan perhatikan apa yang dikatakannya.” Allahu A’lam.**

Komentar :

ada 0 komentar ke “Menyikapi Pesan Spiritual ‘SBY’”

Reader Community

 
This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra